
NYAMUK merupakan serangga yang menyebalkan. Bila digigit, tidak hanya menimbulkan rasa gatal, bisa menjadi penyebab kematian pada manusia. Nyamuk merupakan salah satu perantara penyebaran penyakit demam berdarah dengue (DBD). Guna mencegah penularan DBD, masyarakat dan Puskesmas kerap melakukan fogging.
Fogging adalah proses pengasapan dengan menggunakan insektisida atau bahan beracun yang bertujuan untuk membasmi nyamuk dewasa, terutama jenis nyamuk Aedes Aegypti [Aedes Sp]. Tapi sudahkah prosedur yang dilakukan benar?
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan fogging (pengasapan) hanya efektif jika digunakan secara tepat sasaran sebagai bagian dari strategi terpadu pengendalian nyamuk Aedes aegypti. Fogging sebaiknya dilakukan saat terjadi wabah aktif atau di area dengan penularan tinggi, dengan waktu penyemprotan yang tepat (pagi atau sore) ketika nyamuk dewasa aktif.
WHO mengingatkan fogging tidak berdampak signifikan pada jentik nyamuk. Fogging yang dilakukan secara berlebihan tanpa pemantuan, berisiko menyebabkan resistensi insektisida.
Agar fogging efektif, WHO menyarankan integrasi dengan surveilans vektor (pemetaan populasi nyamuk) dan metode pengendalian lain, seperti pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan pengelolaan lingkungan. Partisipasi masyarakat dalam menghilangkan tempat berkembang biak nyamuk (misalnya melalui program 3M Plus) lebih penting untuk pencegahan jangka panjang. Fogging dilakukan sebagai solusi tambahan untuk situasi darurat.
Risiko Resistensi: Fogging Bisa Jadi Tidak Efektif
Studi dalam Insects (2024) mengungkapkan penggunaan fogging berbasis pyrethroid secara berulang dan tidak terkendali, memicu resistensi nyamuk Aedes aegypti. Mekanisme resistensi meliputi mutasi genetik (seperti kdr) dan peningkatan enzim detoksifikasi, yang mengurangi efektivitas insektisida. Risiko ini diperparah oleh praktik fogging massal tanpa pemantauan resistensi, sehingga mempercepat adaptasi nyamuk.
Resistensi tidak hanya membuat fogging tidak efektif, tetapi juga meningkatkan biaya pengendalian DBD dan risiko penularan. Penelitian menyarankan rotasi insektisida berbasis data surveilans resistensi, serta integrasi dengan metode non-kimiawi seperti pengendalian biologis (e.g., Wolbachia) dan manajemen lingkungan. Kombinasi dari berbagai strategi itu dapat mengurangi ketergantungan dari fogging.
Fogging Harus Presisi dan Ramah Lingkungan
Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA) menekankan bahwa fogging dengan naled (insektisida organofosfat) dapat efektif mengendalikan nyamuk dewasa jika digunakan secara presisi dan terukur. Fogging sebaiknya dilakukan berdasarkan hasil surveilans nyamuk dan diprioritaskan di wilayah yang memiliki populasi nyamuk tinggi atau berisiko tinggi terjadi penularan penyakit. EPA menyarankan aplikasi fogging saat nyamuk paling aktif (senja atau fajar) dan menggunakan peralatan yang menghasilkan droplet ultra-halus (ULV) untuk cakupan optimal.
Meski efektif, EPA mengingatkan pentingnya mempertimbangkan dampak lingkungan dan kesehatan masyarakat. Naled terurai cepat di lingkungan, tetapi aplikasi berlebihan dapat memengaruhi serangga non-target.
Guna mendapatkan hasil yang berkelanjutan, fogging perlu dikombinasikan dengan upaya pengendalian larva (larviciding) dan penghapusan tempat berkembang biaknya nyamuk. EPA juga merekomendasikan pemberitahuan kepada masyarakat sebelum fogging dilakukan untuk meminimalkan kekhawatiran publik.
Fogging atau pengasapan memang menjadi salah satu solusi yang sering diminta masyarakat untuk mengendalikan nyamuk Aedes aegypti penyebab DBD. Namun, berbagai penelitian dan organisasi kesehatan seperti WHO dan EPA menegaskan bahwa fogging bukan solusi tunggal dan harus dilakukan dengan prosedur yang tepat agar efektif.
Beberapa poin penting yang perlu diperhatikan:
- Fogging hanya efektif jika dilakukan sesuai indikasi (saat wabah/penularan tinggi) dan waktu yang tepat (pagi/sore saat nyamuk aktif)
- Fogging memiliki keterbatasan karena tidak membunuh jentik nyamuk dan berisiko menyebabkan resistensi insektisida jika digunakan berlebihan
- Pencegahan berbasis lingkungan, seperti PSN dan 3M Plus lebih efektif untuk jangka panjang
- Fogging harus dipadukan dengan metode lain seperti pengendalian larva, rotasi insektisida, dan pendekatan biologis
- Perlu koordinasi dengan masyarakat dan pertimbangan dampak lingkungan sebelum melakukan fogging
Kunci utama pencegahan DBD terletak pada peran aktif masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan dan menghilangkan tempat perkembangbiakan nyamuk, sementara fogging sebaiknya hanya digunakan sebagai tambahan dalam situasi darurat. (WHO/MDPI/United States Enviromental Protection Agency/Z-2)