
INDONESIA menegaskan ambisinya untuk menjadi pemimpin ekosistem halal global melalui gelaran BSI International Expo 2025 yang resmi dibuka di Jakarta dan berlangsung hingga 29 Juni. Gelaran itu diyakini sebagai pijakan strategis menuju visi Indonesia Emas 2045 melalui penguatan ekonomi dan keuangan syariah.
Hal itu disampaikan Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sekaligus CEO Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani saat menjadi pembicara kunci dalam BSI International Expo 2025, Jakarta, Kamis (26/6).
Mengacu pada RPJPN Ekonomi dan Keuangan Syariah 2025–2045, Rosan menggarisbawahi pentingnya ekosistem halal dalam menjawab tantangan global masa kini, seperti ketidakpastian geopolitik, perubahan iklim, dan disrupsi teknologi.
"Lanskap global saat ini dipenuhi dengan berbagai tantangan, mulai dari ketidakpastian geopolitik, perubahan iklim, hingga disrupsi teknologi dan ekonomi. Dalam situasi seperti ini, kita dituntut untuk menemukan sumber pertumbuhan baru yang inklusif, berkelanjutan, dan tangguh," ujar Rosan.
Meskipun Indonesia menempati posisi ketiga dalam industri halal global, potensinya sangat besar dengan lebih dari 80% masyarakat yang menyadari pentingnya produk halal. Namun, tantangan tetap ada, termasuk rendahnya literasi halal di kalangan pelaku usaha dan belum sinkronnya sertifikasi halal lintas negara.
Untuk mengatasi hambatan tersebut, kolaborasi antar-stakeholder menjadi kunci. BSI International Expo 2025 menjadi ajang pertemuan lintas sektor, pelaku usaha, regulator, komunitas, hingga konsumen, untuk memperkuat ekosistem halal nasional.
"BSI International Expo 2025 dirancang sebagai wadah pertemuan antara pelaku usaha, komunitas, regulator, dan masyarakat dalam membangun ekosistem halal yang menyeluruh dan berkelanjutan," tegas Rosan.
Rendahnya Penetrasi Pasar Syariah
Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk Anggoro Eko Cahyo turut mengapresiasi sinergi dari berbagai pihak dalam mengembangkan industri halal. Ia menyoroti rendahnya penetrasi pasar syariah yang baru mencapai 8%, dan menekankan pentingnya literasi serta edukasi untuk memperluas jangkauan layanan keuangan syariah.
Sebagai bank syariah terbesar di bawah Danantara Indonesia, BSI berkomitmen menjadi agregator utama dalam ekosistem halal. "Islamic ecosystem baik dari sisi makanan dan minuman halal, fesyen, farmasi dan kosmetik serta wisata halal menyimpan potensi bisnis yang besar yang dapat dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat," kata Anggoro.
Expo tersebut menampilkan lebih dari 330 tenant dari 25 kategori, termasuk agen haji dan umrah, kuliner halal, fesyen muslim, otomotif, properti, dan pendidikan. BSI juga memfasilitasi penguatan UMKM melalui pembinaan Talenta Wirausaha BSI (TWB), pendirian BSI UMKM Center, hingga *business matching* dengan pembeli dari 20 negara.
BSI juga memperkuat posisi sebagai pemimpin layanan haji dan umrah, di mana rata-rata 80% jamaah haji Indonesia mendaftar melalui BSI. "Islamic ecosystem dalam hal ini layanan haji dan umrah, menjadi bagian penting dari kebutuhan masyarakat saat ini, di mana demand cukup tinggi terhadap produk emas dan layanan religi berbasis syariah," terang Anggoro.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menegaskan komitmen OJK untuk memperkuat bank syariah sebagai pilar ekonomi yang berorientasi sosial.
"Kinerja bank syariah masih menunjukan performa positif di tengah tahun yang menantang. Bank Syariah tidak hanya mengedepankan profit, namun juga social value. Untuk memperkuat dan mendukung pertumbuhan ekonomi syariah, OJK telah menyusun roadmap lembaga keuangan syariah," tuturnya.
Ia juga menambahkan, penguatan bank syariah harus terus diarahkan untuk berkontribusi terhadap UMKM, literasi keuangan, serta ketahanan ekonomi nasional. Ekonomi syariah, menurutnya, tidak hanya membawa berkah (rahmatan lil alamin), tapi juga harus berdampak sosial secara nyata. (Mir/M-3)