
Di momen Hari Buruh Internasional atau May Day 2025, Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) berharap Presiden Prabowo Subianto berkomitmen untuk melindungi para pekerja khususnya di industri padat karya dari ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK). Itu guna memperkuat daya tahan ekonomi nasional di tengah tantangan global, termasuk perang dagang.
Ketua Umum FSP RTMM-SPSI, Sudarto AS menegaskan bahwa pekerja dan pengusaha memiliki posisi yang sama dalam mendapatkan perlindungan dan pembelaan, sesuai dengan prinsip Hubungan Industrial Pancasila. Kedua pihak berkontribusi saling melengkapi dalam memperkuat perekonomian negara, seperti dua sisi mata uang yang bernilai dalam pembangunan nasional.
“Hal ini selaras dengan aspirasi serikat pekerja yang disampaikan pada kesempatan Silaturahmi Ekonomi Nasional dengan Presiden Prabowo beberapa waktu lalu yang turut dihadiri Presiden Prabowo,” ungkapnya dilansir dari keterangan resmi, Kamis (1/5).
Sudarto menekankan bahwa industri padat karya, seperti Industri Hasil Tembakau (IHT), memiliki peran penting dalam pembangunan Indonesia, utamanya dalam penyerapan tenaga kerja, di mana terdapat ratusan ribu orang yang bekerja dalam seluruh mata rantai IHT.
IHT juga memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara, dengan rata-rata 10% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang bersumber dari cukai hasil tembakau. Selain itu, industri ini memiliki efek berganda yang positif terhadap perputaran perekonomian daerah.
Hal ini terlihat dari keterkaitan erat antara industri tembakau dengan penyerapan hasil pertanian dalam negeri serta sektor ritel yang mayoritas pelakunya adalah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Oleh karena itu, industri tembakau dianggap sebagai salah satu industri prioritas nasional.
Oleh karena itu, Sudarto mendesak pemerintah untuk memberikan perlindungan dan keadilan berusaha bagi IHT, baik pekerja maupun pengusaha. "Supremasi hukum ketenagakerjaan diperlukan untuk melindungi pekerja dan menjaga persaingan sehat antar pelaku industri," tegasnya.
Sudarto juga menyoroti pentingnya regulasi yang mendukung perekonomian, terutama dalam kondisi ketidakpastian saat ini. Ia mengkritik Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang dinilai berpotensi mematikan IHT dan mengancam Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi para pekerja di industri lainnya.
Berdasarkan data dalam laman Satu Data Ketenagakerjaan Kemnaker, jumlah orang yang terkena PHK mencapai 18.610 orang per Februari 2025. Angka tersebut meningkat hampir 6 kali lipat dari bulan Januari yang sebanyak 3.325 PHK.
Sudarto menyoroti pasal-pasal dalam PP 28/2024 yang dianggap bermasalah, seperti larangan zonasi 200 meter untuk penjualan produk tembakau, pengaturan Gula, Garam, Lemak (GGL), serta wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang tercantum dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), aturan turunan PP 28/2024.
“Regulasi-regulasi tersebut akan memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap keberlangsungan industri padat karya yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dan memberikan kontribusi besar terhadap penerimaan negara,” imbuhnya.
Sudarto menyerukan kepada pemerintah untuk memberikan ruang dialog yang setara kepada perwakilan pekerja, seperti FSP RTMM-SPSI yang beranggotakan 250.347 orang pekerja, dalam proses pengambilan kebijakan demi terciptanya keadilan.
Ia juga menekankan pentingnya menghindari intervensi asing dalam pembuatan kebijakan, seperti yang terjadi dengan PP 28/2024 yang secara tidak langsung merupakan produk dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), sebuah perjanjian internasional yang dinilai bertujuan untuk mematikan industri tembakau nasional.
“Kami, serikat pekerja, siap mendukung kebijakan pemerintah untuk memastikan terjaminnya kesehatan dan kesejahteraan pekerja. Hal ini juga sejalan dengan kepentingan ekonomi nasional, khususnya dalam perlindungan terhadap industri padat karya. Tidak ada negara lain yang seunik Indonesia, jadi pemerintah jangan mau didikte oleh negara lain yang tidak memiliki industri seperti kita,” tambah Sudarto.
Sudarto juga meminta pemerintah untuk menjaga dan meningkatkan daya beli pekerja. Salah satu caranya adalah melalui perluasan cakupan pekerja padat karya dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 10/2025 terkait pembebasan PPh 21 bagi anggota serikat pekerja di sektor IHT serta makanan dan minuman.
Sektor-sektor ini merupakan penyerap tenaga kerja terbesar di antara sektor industri lainnya, namun tidak diberikan insentif tersebut. Rekomendasi ini selaras dengan semangat Presiden Prabowo yang tengah mengupayakan deregulasi demi menjaga optimisme pertumbuhan ekonomi, yang menjadi prioritas di tengah tekanan ekonomi global. (H-3)