Pemerintah Diminta Serius Cegah Badai PHK dan Kenaikan Angka Pengangguran

4 hours ago 4
Pemerintah Diminta Serius Cegah Badai PHK dan Kenaikan Angka Pengangguran Ilustrasi.(MI)

DEWAN Pimpinan Pusat Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (DPP Konfederasi Sarbumusi) menyampaikan sembilan tuntutan kepada pemerintah. Organisasi ini menilai dunia ketenagakerjaan Indonesia tengah menghadapi tantangan serius, ditandai dengan meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan angka pengangguran.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Agustus 2024 sebesar 4,91%, menurun dari 5,32% pada Agustus 2023. Namun, Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan angka pengangguran akan meningkat menjadi 5% pada 2025, seiring penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5,1% menjadi 4,7%.

Presiden Sarbumusi, Irham Ali Saifuddin, mengungkapkan bahwa pada awal 2025 terjadi gelombang PHK massal yang menyebabkan lebih dari 40.000 pekerja kehilangan pekerjaan akibat penutupan pabrik dan kebangkrutan sejumlah perusahaan besar seperti Sritex Group dan Yamaha Music.

“Sektor tekstil menjadi yang paling terdampak, dengan prediksi PHK mencapai 280.000 pekerja dari 60 perusahaan sepanjang tahun. Perusahaan lain seperti KFC dan Sanken juga melakukan PHK massal. Ini menunjukkan adanya persoalan mendasar dalam efisiensi operasional dan daya saing industri,” ujar Irham dalam keterangannya, Kamis (1/5).

Situasi diperburuk dengan kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada awal 2025, yang mengenakan tarif hingga 32% terhadap produk dari negara-negara mitra dagang, termasuk Indonesia. Kebijakan ini mengganggu rantai pasokan global dan menurunkan permintaan ekspor dari negara-negara berkembang.

Bank Dunia memperkirakan bahwa kenaikan tarif sebesar 10% dapat memangkas pertumbuhan ekonomi negara berkembang hingga 0,1%. Sebagai contoh, Thailand bahkan menurunkan suku bunga acuannya guna mengantisipasi pelambatan ekonomi akibat tarif tersebut. Bagi Indonesia, diperkirakan 50.000 pekerja akan terancam PHK dalam tiga bulan pertama sejak penerapan tarif tersebut. Sektor yang paling terdampak antara lain industri tekstil, garmen, sepatu, makanan dan minuman, serta pertambangan yang berorientasi ekspor ke AS.

Sekretaris Jenderal Sarbumusi, Syaifuddin Ahrom, menambahkan bahwa pemerintah Indonesia sebenarnya telah merespons situasi ini dengan melakukan negosiasi intensif dengan pemerintah AS, termasuk menawarkan peningkatan impor produk AS dan pengurangan hambatan non-tarif. Namun, ketidakpastian global tetap menjadi tantangan besar.

Masalah lainnya adalah dominasi pekerja informal yang mencapai 57,95% dari total tenaga kerja. Pekerja informal umumnya tidak memiliki akses pada jaminan sosial dan perlindungan kerja yang layak, sehingga rentan terhadap krisis ekonomi. Survei LPEM FEB UI menunjukkan bahwa 67% ekonom menilai pasar tenaga kerja Indonesia memburuk pada awal 2025, ditandai rendahnya jumlah lowongan kerja yang tersedia.

Irham menegaskan, peringatan May Day harus menjadi momentum untuk merefleksikan perjuangan buruh di Indonesia dalam mendapatkan hak dan kesejahteraan. Meskipun berbagai regulasi telah diterapkan, isu krusial seperti upah layak, kondisi kerja aman, kepastian kerja, dan perlindungan sosial masih menjadi tantangan besar.

Kesembilan tuntutan yang dimaksud ialah memperkuat diplomasi ekonomi dengan negara mitra dagang, memberikan subsidi sementara, insentif pajak, atau stimulus ekonomi, menyediakan program pelatihan ulang (reskilling), memperkuat jaminan sosial dan perlindungan hukum, dan mendorong investasi domestik.

Kemudian melakukan deregulasi yang sehat dan transparan, mengembangkan pelatihan keterampilan dan vokasi, mengevaluasi efektivitas Satgas PHK, dan mengatur kebijakan industri ride-hailing secara adil. (Bay/P-3)
 

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |