
HAMAS menyerahkan satu jenazah tawanan tambahan yang ditemukan di wilayah Gaza yang hancur akibat perang. Bersamaan dengan itu, kelompok tersebut meminta para mediator dan komunitas internasional menekan Israel agar membuka penyeberangan perbatasan dan mengizinkan bantuan masuk ke Gaza. Dalam pernyataan resmi pada Jumat (17/10) malam, sayap bersenjata Hamas, Brigade Qassam menyebut penyerahan dilakukan pada pukul 23.00 waktu setempat tanpa merinci lokasi penemuan jenazah.
Mereka menjelaskan bahwa jenazah tersebut sebelumnya telah berhasil diangkat dan merupakan korban dari pihak tahanan pendudukan, mengindikasikan bahwa jenazah itu milik warga Israel, bukan tawanan asing yang ikut ditahan sejak 7 Oktober 2023.
Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kemudian mengonfirmasi bahwa peti mati seorang tawanan telah diserahkan Hamas kepada Palang Merah di Gaza. Jenazah itu akan dibawa ke Pusat Kedokteran Forensik Nasional Kementerian Kesehatan Israel untuk proses identifikasi sebelum pemberitahuan kepada pihak keluarga.
Militer Israel meminta publik bertindak dengan penuh kepekaan dan menunggu identifikasi resmi. Militer juga menyatakan bahwa Hamas diharuskan untuk menegakkan perjanjian tersebut dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memulangkan semua sandera yang telah meninggal.
Hamas menegaskan komitmennya terhadap kesepakatan gencatan senjata yang dimediasi Amerika Serikat, termasuk pengembalian jenazah tawanan yang masih tertimbun reruntuhan di Gaza. Kelompok itu menyatakan telah menyerahkan semua jenazah yang berhasil ditemukan, namun memerlukan bantuan tambahan untuk mencari mereka yang masih terjebak akibat serangan udara Israel.
"Masih ada 18 jenazah yang tertahan di Gaza," kata Hamda Salhut dari Al Jazeera dalam laporannya dari Amman, Jumat (17/10) seperti dilansir dari Al-Jazeera.
"Hamas mengatakan bahwa mereka sedang menunggu bantuan yang mereka butuhkan berupa alat berat dan tim di lapangan," tambahnya.
Israel tidak bekerja sama
Mantan direktur jenderal Kementerian Luar Negeri Israel, Alon Liel, mengatakan proses pemulangan jenazah tawanan sangat sensitif bagi masyarakat Israel dan menimbulkan tekanan besar terhadap pemerintah. Dia menyebut banyak warga meyakini Hamas tidak memenuhi kesepakatan gencatan senjata karena belum mengembalikan seluruh jenazah.
"Ada banyak kemarahan," ujar Liel.
Hamas sebelumnya menyatakan sebagian jenazah tawanan terkubur di terowongan atau bangunan yang kemudian dibom Israel, sehingga diperlukan alat berat untuk menggali puing-puing. Mereka menuding Israel memperlambat proses karena tidak mengizinkan masuknya buldoser baru ke Jalur Gaza.
Sebagian besar alat berat di wilayah itu hancur akibat perang, menyisakan jumlah terbatas sementara warga Palestina berusaha menyingkirkan reruntuhan dalam skala besar. Nour Odeh dari Al Jazeera, melaporkan dari Amman, menyebut Israel tidak bekerja sama dengan negara-negara yang memberikan bantuan untuk kemungkinan mencari jenazah tersebut.
"Turki, misalnya, siap mengirimkan 81 ahli untuk pencarian jenazah, dan Israel belum mengizinkannya masuk. Israel juga belum mengizinkannya menyediakan peralatan yang memungkinkan hal itu," kata Odeh.
Pada Jumat (17/10), dua buldoser terlihat menggali di Kota Hamad, Khan Younis, saat Hamas mencari jenazah tawanan di kompleks menara apartemen yang sebelumnya dibombardir. Wilayah tersebut menjadi sasaran serangan intensif Israel, termasuk operasi militer selama sepekan pada Maret 2024.
Presiden AS Donald Trump memperingatkan bahwa ia akan memberi lampu hijau bagi Israel untuk melanjutkan perang di Gaza jika Hamas tidak memenuhi kesepakatan dan mengembalikan seluruh jenazah tawanan, yang jumlahnya tercatat 28 orang.
Dalam beberapa hari terakhir, Hamas telah menyerahkan sembilan jenazah, serta satu jenazah tambahan yang menurut Israel bukan tawanan. Penyerahan jenazah ke-10 pada Jumat berlangsung ketika badan pertahanan sipil Gaza melaporkan lebih dari 10.000 warga Palestina masih tertimbun reruntuhan dan puing-puing. Hingga kini, baru 280 jenazah yang berhasil dievakuasi.
Hamas kembali meminta mediator memastikan peningkatan pasokan bantuan ke Gaza, percepatan pembukaan perbatasan Rafah dengan Mesir, dan dimulainya rekonstruksi.
Meski gencatan senjata sudah disepakati pekan lalu, Israel belum membuka akses bantuan dalam jumlah besar dan masih beroperasi di sekitar separuh wilayah Gaza, dengan serangan yang tetap terjadi di sejumlah lokasi. (H-4)