Hakim MK Ingatkan Gugatan Hasto soal UU Tipikor Jangan Jadi Celah Melemahkan Pemberantasan Korupsi

4 hours ago 1
Hakim MK Ingatkan Gugatan Hasto soal UU Tipikor Jangan Jadi Celah Melemahkan Pemberantasan Korupsi ilustrasi.(MI)

HAKIM Mahkamah Konstitusi (MK) Daniel Yusmic P. Foekh mengingatkan agar pengujian terhadap Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jangan sampai melemahkan kewenangan aparat penegak hukum.

Menurut Daniel, pasal tersebut harus dipahami secara hati-hati agar tidak menghambat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

“Kalau dikaitkan dengan permohonan ini, pertanyaan saya adalah: apakah tidak mengamputasi kewenangan aparat penegak hukum?” ujar Daniel dalam sidang uji materi UU Tipikor di Gedung MK, Jakarta, Rabu (15/10).

Daniel menegaskan bahwa UU Tipikor dibuat untuk melindungi kepentingan publik, bangsa, dan negara dari ancaman korupsi yang merugikan keuangan negara. Oleh karena itu, ia menilai penafsiran terhadap pasal-pasal di dalamnya tidak boleh menghambat kerja aparat penegak hukum.

“Tujuan utama pembentukan UU Tipikor adalah untuk menjaga kepentingan publik dan keuangan negara dari tindak pidana korupsi,” tegas Daniel.

“Kalau tafsir terhadap pasal ini malah membatasi atau mengurangi kewenangan aparat dalam menindak pelaku korupsi, itu bisa berbahaya bagi penegakan hukum,” lanjutnya.

Menurut Daniel, keseimbangan antara perlindungan hak individu dan kepentingan negara harus dijaga dalam setiap pembahasan norma hukum.

“Kita harus berhati-hati agar tidak ada ketentuan yang justru menghambat pemberantasan korupsi dengan alasan melindungi hak tertentu. Prinsipnya, keadilan publik harus menjadi prioritas,” kata Daniel.

Sementara itu, Hakim Konstitusi Arsul Sani turut menyoroti sifat kumulatif dalam rumusan Pasal 21 UU Tipikor yang sedang diuji. Menurutnya, rumusan tersebut perlu diperjelas agar tidak menimbulkan multitafsir dalam penerapannya.

“Dalam Pasal 21 disebutkan unsur ‘penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan’. Pertanyaannya, kalau ada perbuatan yang menghalangi hanya di tingkat penyidikan, tetapi tidak di penuntutan atau pengadilan, apakah itu bisa dipidana? Karena di sini unsurnya kumulatif, bukan alternatif,” ujar Arsul dalam.

Arsul menjelaskan, permohonan uji materi terhadap pasal ini diajukan oleh sejumlah pihak dengan pandangan yang beragam.

“Ada yang mempermasalahkan frasa ‘langsung atau tidak langsung’, ada pula yang meminta agar ditambahkan unsur ‘melawan hukum’. Ini penting, karena kalau tidak jelas, tindakan hukum seperti mengajukan praperadilan atau gugatan perdata bisa disalahartikan sebagai upaya menghalangi penegakan hukum,” tuturnya.

Lebih lanjut, Arsul menilai penting bagi MK untuk menelusuri kembali latar belakang perumusan pasal tersebut.

“Kita perlu tahu maksud pembentuk undang-undang saat merumuskan Pasal 21 ini. Apakah memang dimaksudkan kumulatif, atau seharusnya alternatif seperti dalam Pasal 281 KUHP baru,” pungkasnya. (Dev/P-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |