Formappi Kritik Tunjangan Reses Fantastis DPR Hingga Ratusan Juta

2 days ago 10
Formappi Kritik Tunjangan Reses Fantastis DPR Hingga Ratusan Juta Rapat paripurna DPR RI(MI/Susanto)

LONJAKAN tunjangan reses anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hingga hampir 100% dibanding periode sebelumnya menuai sorotan. Besarnya dana yang kini mencapai Rp702 juta per anggota dinilai tak sebanding dengan transparansi dan pertanggungjawaban pelaksanaan reses. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai kenaikan tersebut sangat mengejutkan.

"Peningkatan nilai tunjangan reses anggota DPR hingga nyaris 100% dari periode sebelumnya bak petir disangka bolong. Mengejutkan," kata dia melalui keterangan tertulis, Minggu (12/10). 

Menurut Lucius, publik baru mengetahui besarnya tunjangan itu karena selama ini informasi mengenai dana reses dan penggunaannya tertutup. "Bayangkan dari Rp400 juta di periode lalu, sekarang naik ke Rp702 juta per anggota, per reses," katanya.

Ia menjelaskan, tunjangan reses selama ini tidak pernah disampaikan secara jujur kepada publik. Informasi terkait kegiatan reses dan kunjungan ke daerah pemilihan (dapil) pun nyaris tidak pernah dilaporkan secara terbuka.

"Selain soal tunjangan, segala sesuatu terkait reses dan kunjungan ke dapil memang jadi informasi hantu di DPR. Agendanya ada, tetapi apa yang dilakukan, dan seperti apa hasil kegiatan reses dan kunjungan itu selalu saja tak pernah dilaporkan ke publik," ujar Lucius.

Dengan tidak adanya laporan yang jelas, kata dia, wajar jika publik menduga dana tunjangan reses digunakan tidak semestinya. "Nilai tunjangan reses Ro700-an juta per sekali reses per anggota itu sangat mungkin tak semuanya digunakan untuk kegiatan reses, tetapi justru dipakai untuk keperluan pribadi anggota," kata Lucius. 

Dia juga menilai mekanisme pertanggungjawaban yang longgar membuat dana publik tersebut rawan disalahgunakan. "Bayangkan, dengan mekanisme pertanggungjawaban yang nyaris tertutup, anggota DPR bisa suka-suka memanfaatkan uang Rp700-an juta setiap kali reses," kata dia. 

Ia bahkan menduga sebagian anggota DPR tidak benar-benar melaksanakan kegiatan reses. "Anggota DPR bahkan mungkin ada yang sama sekali tidak kembali ke dapil saat reses, tetapi justru pelesiran ke tempat lain," ujarnya.

Lebih jauh, Lucius menilai kelonggaran sistem pelaporan memperbesar peluang manipulasi administrasi. "Laporan reses yang tak wajib-wajib banget, bisa diakali dengan pertanggungjawaban fiktif, sekadar memenuhi syarat administratif saja. Ini sih seperti perampokan berjamaah jadinya," kata dia. (H-4)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |