
SEJALAN dengan arahan Presiden Prabowo mengenai pentingnya industrialisasi dan kemandirian ekonomi nasional, Ketua Umum Forum Industri Nikel Indonesia (FINI) Alexander Barus menilai rencana kenaikan tarif royalti atas komoditas nikel perlu ditinjau kembali secara hati-hati.
“Penyesuaian kebijakan fiskal, seperti kenaikan royalti, harus mempertimbangkan kondisi pasar saat ini yang sedang mengalami penurunan harga agar tidak membebani pelaku industri di tengah upaya menjaga keberlangsungan hilirisasi nikel nasional,” ujar Alexander Barus, dalam keterangannya, Jumat (11/4).
Sebelumnya, dalam Sarasehan Ekonomi 2025 pada 8 April lalu, Presiden Prabowo Subianto menekankan pentingnya kemandirian ekonomi nasional di tengah situasi global yang penuh ketidakpastian.
Lebih lanjut, Presiden menjelaskan strategi pembangunan nasional yang tengah dijalankan pemerintahannya bertumpu pada swasembada pangan, energi, air, dan industrialisasi.
Di sisi lain, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pada keterangan pers 9 April lalu menyatakan kenaikan tarif royalti akan diberlakukan mulai April 2025.
Menurut Alexander Barus, rencana kenaikan tarif royalti merupakan kebijakan yang tidak tepat waktunya mengingat harga nikel tengah anjlok tajam akibat tekanan geopolitik dan perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok.
Pada saat yang sama, industri nikel juga dibebani kenaikan biaya produksi dari kebijakan domestik seperti kenaikan UMR, penggunaan B40, retensi DHE, dan penerapan global minimum tax mulai 2025.
Harga nikel global saat ini tercatat mengalami penurunan drastis sebesar 16% dalam satu bulan terakhir, dan 23% dalam enam bulan terakhir, menyentuh level US$13.800/ton, atau titik terendah sejak 2020.
Penurunan ini terjadi di tengah melambatnya ekonomi global dan ketegangan geopolitik, termasuk perang tarif antara Amerika Serikat dan Tiongkok, yang secara langsung berdampak pada permintaan nikel dunia.
Alexander Barus melanjutkan pihaknya percaya penyesuaian kebijakan fiskal seperti royalti harus mempertimbangkan kondisi pasar saat ini agar tidak membebani pelaku industri di tengah upaya menjaga keberlangsungan hilirisasi nikel nasional.
"Kami berkomitmen mendukung visi Presiden Prabowo dalam memperkuat industrialisasi dan kemandirian ekonomi nasional serta mengajak pemerintah untuk mengedepankan kebijakan yang adaptif dan berpihak pada keberlanjutan industri strategis Indonesia," tutup Alexander Barus. (H-2)