Petugas medis Palestina sedang mempersiapkan jenazah korban tak dikenal yang diserahkan Israel melalui Komite Palang Merah Internasional (ICRC) di Kompleks Medis Nasser di Kota Khan Younis, Jalur Gaza selatan, 22 Oktober 2025.(Xinhua)
PEMERINTAH Mesir mengirimkan tim khusus dan peralatan berat ke Jalur Gaza untuk membantu proses evakuasi jasad para sandera Israel yang ditahan di wilayah tersebut. Informasi ini dilaporkan oleh kanal berita Al-Qahera News pada Sabtu (25/10).
Mengutip sumber anonim, media yang berafiliasi dengan pemerintah Mesir itu menyebut langkah tersebut bertujuan mempercepat operasi pencarian dan evakuasi. Fokus utama tim adalah mengevakuasi jasad dari bawah reruntuhan bangunan di Gaza yang rusak parah akibat konflik.
Terkait dengan hal itu, surat kabar The Jerusalem Post melaporkan bahwa para pemimpin Israel telah menyetujui permintaan resmi Mesir untuk mengizinkan masuknya tim dan peralatan guna menjalankan misi evakuasi tersebut.
"Langkah ini merupakan bagian dari upaya bersama untuk menegakkan ketentuan gencatan senjata yang telah disepakati kedua pihak," demikian laporan surat kabar The Jerusalem Post.
Sebelumnya diberitakan, proses evakuasi yang dilakukan di bawah perjanjian gencatan senjata menghadapi kesulitan ekstrem karena kerusakan besar di wilayah Gaza. Banyak area yang tidak bisa dijangkau tanpa bantuan alat berat dan personel teknis berpengalaman.
Berdasarkan perjanjian gencatan senjata yang mulai berlaku pada 10 Oktober 2025, kelompok Hamas telah membebaskan seluruh 20 sandera Israel yang masih hidup. Sebagai imbalannya, Israel membebaskan sekitar 2.000 tahanan Palestina dari berbagai fasilitas penahanan.
Israel memperkirakan masih ada 28 jasad sandera yang ditahan di Gaza. Sebagian diyakini tewas sebelum dibawa, sementara lainnya meninggal dunia saat berada dalam penyanderaan. Hamas baru memulangkan 15 jasad ke pihak Israel sebagai bagian dari pelaksanaan kesepakatan tersebut.
Pembentukan Pemerintahan Jalur Gaza
Sejumlah faksi Palestina, termasuk kelompok Hamas, sepakat menyerahkan pemerintahan Jalur Gaza kepada sebuah komisi sementara yang beranggotakan para teknokrat lokal. Kesepakatan ini menjadi langkah awal menuju stabilisasi pascaperang di wilayah tersebut.
Komisi tersebut akan bekerja sama dengan negara-negara Arab sahabat dan organisasi internasional untuk memastikan kelancaran administrasi publik dan distribusi bantuan kemanusiaan di wilayah Gaza. Langkah ini sekaligus membuka peluang bagi terbentuknya pemerintahan yang stabil.
Kesepakatan dicapai dalam pertemuan antar-faksi Palestina di Kairo, Mesir, pada Jumat (24/10/2025) dan diumumkan melalui pernyataan resmi Hamas.
“Para peserta pertemuan setuju untuk menyerahkan pemerintahan Jalur Gaza kepada komisi sementara yang terdiri atas para teknokrat lokal, guna mengelola kehidupan sehari-hari masyarakat di masa pascaperang,” demikian pernyataan Hamas sebagaimana dikutip dalam laporan resmi.
AS Harap Israel Bersikap Proporsional
Wakil Presiden Amerika Serikat JD Vance dan Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah Steve Witkoff mendesak Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu agar menjaga proporsionalitas dalam merespons dugaan pelanggaran oleh Hamas.
Langkah ini diambil guna memastikan gencatan senjata di Jalur Gaza tetap bertahan, demikian dilaporkan The Wall Street Journal (WSJ). Akhir pekan lalu, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) melaporkan bahwa dua tentaranya tewas akibat serangan yang diduga dilakukan kelompok Hamas.
Sebagai respons awal, militer Israel sempat melancarkan serangan ke sejumlah target yang dikaitkan dengan Hamas. Namun, setelah adanya komunikasi intensif dengan pejabat tinggi Amerika Serikat, pemerintah Israel memilih untuk tidak melakukan serangan besar-besaran. (I-1)


















































