Ekonom Dukung Wacana Menjadikan Pengemudi Ojol Sebagai Pelaku UMKM

6 hours ago 3
Ekonom Dukung Wacana Menjadikan Pengemudi Ojol Sebagai Pelaku UMKM Sejumlah pengemudi ojek online menunggu orderan di kawasan Palmerah, Jakarta.(ANTARA/Fauzan)

SEJUMLAH ekonom menilai usulan pemerintah soal mitra pengemudi ojek online (ojol) dimasukkan ke kategori pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi jalan tengah antara fleksibilitas dalam bekerja dan meraih manfaat langsung.

Head of Center Digital Economy and SMEs Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Izzudin Al Farras mengatakan, gagasan ini dapat memberikan keuntungan bagi pengemudi untuk mempertahankan fleksibilitas yang selama ini mereka miliki.

"Jika aspek tentang kerangka kebijakan yang memastikan bahwa pengemudi ojol harus terdaftar sebagai UMKM itu ada, ini membuka kesempatan bagi pengemudi untuk mendapatkan benefit sebagai pelaku usaha, misalnya terkait pelatihan literasi keuangan dan literasi digital," kata Izzudin dikutip dari keterangan resmi Grab Indonesia di Jakarta, Kamis (1/5).

Ia menambahkan, dengan menjadi bagian dari UMKM, pengemudi ojol juga bisa memperoleh manfaat dari jaminan sosial yang lebih terjamin.

Sependapat dengannya, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda juga mendukung gagasan ini, dengan catatan bahwa pengaturan yang lebih tepat harus berada di bawah Kementerian UMKM.

"Atas dasar itu pula, bentuk kemitraan tidak boleh seperti tenaga kerja yang mengharuskan bekerja sekian jam dan sebagainya. Aturan juga harus dibuat bersama dengan asosiasi driver dengan konsep setara, termasuk tarif," imbuhnya.

Sedangkan, soal usulan menjadikan para pengemudi ojol sebagai pegawai tetap, Direktur Eksekutif Modantara Agung Yudha menilai kebijakan itu perlu dilihat dari perspektif keberlanjutan industri serta akses masyarakat terhadap pekerjaan.

"Menjadikan pengemudi ojol sebagai pekerja tetap dapat mengubah keseimbangan yang sudah ada antara fleksibilitas kerja dan akses ekonomi," katanya.

"Jika status mereka berubah, sektor ini akan kehilangan karakter inklusivitas yang membuatnya dapat diakses oleh hampir semua orang," imbuh Agung.

Sementara itu, Chief of Public Affairs Grab Indonesia Tirza Munusamy mengatakan kebijakan untuk menjadikan mitra sebagai pegawai tetap justru bisa merugikan ekosistem transportasi digital yang telah terbentuk.

"Jika pengemudi menjadi karyawan, akan ada seleksi, kuota, dan pembatasan jam kerja. Saat ini, siapa pun bisa mendaftar dan langsung bekerja tanpa batasan waktu," katanya.

Tirza menambahkan, jika kemitraan pengemudi diubah menjadi pekerja tetap, perusahaan akan menanggung biaya tetap yang mungkin tidak selalu sebanding dengan tingkat permintaan.

"Biaya operasional bisa melonjak, yang pada akhirnya akan berdampak pada harga layanan yang harus dibayar oleh konsumen," ujarnya. (Ant/E-1)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |