Ilustrasi(Dok ANTARA)
KEPUTUSAN Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) dan Harga Jual Eceran (HJE) pada tahun 2026 mendapat sambutan positif dari pelaku industri dan akademisi. Kebijakan ini dinilai memberikan ruang pemulihan bagi industri hasil tembakau (IHT), menjaga stabilitas tenaga kerja, serta mempersempit peredaran rokok ilegal.
Ketua Paguyuban Mitra Produksi Sigaret Seluruh Indonesia (MPSI), Sriyadi Purnomo, menyebut langkah Menteri Keuangan sebagai keputusan yang tepat untuk menjaga keberlangsungan sektor tembakau.
“Keputusan ini sangat berarti bagi industri, mengingat kenaikan tarif yang terlalu tinggi selama ini telah berdampak negatif, mulai dari penurunan produksi, berkurangnya daya serap tenaga kerja, hingga melemahnya daya saing,” ungkapnya dilansir dari keterangan resmi, Jumat (24/10).
Sebagai langkah lanjutan, Sriyadi mengusulkan moratorium atau penundaan kenaikan tarif CHT selama tiga tahun ke depan untuk memberikan kepastian usaha dan ruang pemulihan bagi industri.
“Industri membutuhkan waktu untuk memulihkan diri setelah beberapa tahun mengalami tekanan akibat kenaikan tarif yang cukup tinggi. Dengan adanya jeda moratorium tiga tahun, perusahaan dapat memperkuat fondasi bisnisnya dan memastikan perlindungan terhadap tenaga kerja tetap terjaga,” ujarnya.
Di kesempatan terpisah, Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menekankan pentingnya pengawasan ketat selama masa jeda tarif. Ia mengingatkan bahwa efektivitas kebijakan tidak hanya bergantung pada besaran tarif, tetapi juga pada kemampuan pemerintah menutup kebocoran penerimaan.
“Kontribusi CHT ke APBN lebih dari Rp200 triliun per tahun. Tetapi apa gunanya menambah tarif jika penerimaan bocor lewat rokok ilegal? Ibarat atap yang bolong, menambah ember tidak menyelesaikan banjir,” tegasnya.
Ia juga menilai bahwa kepastian regulasi menjadi kunci menjaga daya saing dan keberlanjutan industri tembakau.
“Tidak naik pada 2026 memberi bagi ruang industri untuk menata efisiensi, menjaga relasi dengan petani, dan melindungi tenaga kerja. Kepastian ini justru membuka jalan bagi inovasi produk dan transisi jangka menengah yang lebih berkelanjutan,” ujarnya.
Achmad mendukung usulan moratorium dengan catatan pemerintah tetap aktif menjalankan tiga agenda strategis: memperluas edukasi tentang bahaya merokok, menekan pangsa pasar ilegal, dan menyiapkan peta jalan yang berpihak pada tenaga kerja serta petani. (H-2)


















































