Dugaan Nepotisme dan Infiltrasi Politik Aliran Warnai Pemilihan Dekan UI, Mahasiswa Siap Kawal Transparansi

6 hours ago 3
Dugaan Nepotisme dan Infiltrasi Politik Aliran Warnai Pemilihan Dekan UI, Mahasiswa Siap Kawal Transparansi ilustrasi.(MI)

SEBAGAI kampus tertua dan bergengsi di Indonesia, Universitas Indonesia (UI) seharusnya menjadi contoh universitas berkelas dunia tempat lahirnya gagasan besar dan kepemimpinan akademik yang menjawab tantangan bangsa. Namun, idealisme itu kini kembali dipertaruhkan.

Proses pemilihan serentak dekan di lingkungan UI justru diselimuti dugaan infiltrasi politik, nepotisme, dan praktik transaksional yang dinilai mencoreng marwah kampus kebanggaan nasional dan Kampus Tertua di Indonesia.

Informasi yang beredar menyebutkan adanya arus intervensi eksternal yang mulai masuk ke ruang-ruang fakultas melalui jejaring birokrasi kampus. Sejumlah pihak bahkan menilai ada indikasi 'setoran' dan kompromi kepentingan di balik proses pemilihan, di mana dukungan terhadap calon tertentu disinyalir diiringi imbal jasa berupa jabatan struktural dan politik balas budi.

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI, Zayyid Sulthan Rahman, menegaskan mahasiswa tidak tinggal diam menghadapi potensi manipulasi demokrasi kampus tersebut. Ia menilai proses pemilihan rawan 'dikocok' dan hanya menjadi formalitas administratif yang sudah diatur dari atas.

“Kami menuntut semua calon dekan berani memaparkan gagasan, visi, dan misi secara transparan. Jangan sampai mahasiswa membeli kucing dalam karung. Kami akan skeptis terhadap calon yang minim gagasan dan sarat kepentingan,” tegas Zayyid kepada wartawan, Jumat (31/10/2025).

Menurut Zayyid, infiltrasi politik dalam pemilihan dekan berpotensi menular hingga ke tahap keterpilihan. Jika terjadi, mahasiswa akan menjadi korban paling awal dari struktur kekuasaan yang sarat kompromi.

“Dampaknya bisa langsung terasa: mulai dari penetapan UKT yang tidak transparan, pembatasan kegiatan mahasiswa, sampai tekanan akademis terhadap mereka yang kritis,” ujarnya.

BEM UI juga memperingatkan agar pola patron-klien antara dekanat dan rektorat tidak kembali menciptakan 'utang budi politik' yang justru menyeret kampus ke dalam lingkaran kekuasaan.

“Kami akan tetap bersuara dan mengawal seluruh proses agar pemilihan dekan tidak berubah menjadi ajang transaksional atau bagi-bagi kekuasaan,” kata Zayyid.

Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani, turut menyoroti isu ini. Ia menegaskan pemilihan dekan di UI harus steril dari politik aliran maupun infiltrasi kekuasaan eksternal yang bertentangan dengan semangat otonomi perguruan tinggi.

“Dugaan intervensi politik dalam pemilihan dekan, di kampus manapun, termasuk UI, merupakan persoalan serius. Pemilihan dekan harus objektif, transparan, dan bebas dari tekanan politik,” tegas politisi PKB itu, Rabu (22/10).

Ia mendorong Kemendikbudristek dan pihak UI melakukan pengawasan ketat agar tidak ada ruang bagi praktik transaksional yang bisa menggerus integritas akademik.

Oleh karena itu, sebagai universitas dengan sejarah panjang dan reputasi nasional, UI seharusnya menjadi mercusuar intelektual bangsa, bukan cermin krisis akademik. Kampus ini diharapkan mampu sejajar dengan universitas ternama dunia, seperti Harvard, Oxford, atau Tokyo University dengan standar kepemimpinan akademik yang bersih, visioner, dan berintegritas tinggi.

Pemilihan dekan yang bebas dari infiltrasi politik dan transaksi kepentingan bukan hanya kebutuhan internal, melainkan tolok ukur masa depan pendidikan Indonesia. Jika kampus sebesar UI saja gagal menjaga independensinya, sulit berharap perguruan tinggi lain mampu menegakkan marwah akademik di tengah derasnya arus politik praktis. (Cah/P-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |