Dugaan Kolusi Dua Kreditor Menolak Proposal Perdamaian Meski Utang Telah Dilunasi

4 hours ago 2
Dugaan Kolusi Dua Kreditor Menolak Proposal Perdamaian Meski Utang Telah Dilunasi Ilustrasi(MI/Heri Susetyo)

FIRMA hukum Noviar Irianto & Partners (NIP) Law Firm menyayangkan hasil Rapat Kreditur dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang dijalani klien mereka yakni PT Pilar Putra Mahakam. 

Noviar Irianto menyampaikan, proposal perdamaian yang diajukan debitur ditolak oleh dua kreditur konkuren, yakni PT Meratus Advance Maritim dan PT Mitra Lautan Bersama, meskipun kedua kreditur tersebut telah menerima pelunasan utang dari klien mereka.

“Ini menimbulkan pertanyaan besar terkait iktikad baik dalam proses PKPU. Bagaimana mungkin kreditur yang telah dilunasi, atau yang masih memiliki klaim yang sedang disengketakan secara hukum, tetap dihitung suaranya dan bahkan menjadi pihak yang menentukan penolakan proposal,” ujar Noviar dikutip dari siaran pers yang diterima, Minggu (22/6).

Sebagai informasi, tagihan PT Mitra Lautan Bersama sebesar Rp6,2 miliar telah lunas dibayar pada 15 April 2025, sementara tagihan PT Meratus Advance Maritim sebesar Rp4,37 miliar juga telah dilunasi sehari berselang. Adapun sisa klaim dari Meratus Advance Maritim sebesar Rp5,67 miliar masih dalam proses gugatan di Pengadilan Negeri Surabaya dan belum diputus.

Namun demikian, menurut Noviar, suara dari kedua kreditor ini tetap dihitung dalam proses voting proposal perdamaian. Ia menilai hal ini tidak selaras dengan prinsip dasar keadilan dan melanggar semangat PKPU itu sendiri.

“Kami menduga adanya konflik kepentingan karena kedua kreditor ini merupakan bagian dari Meratus Group. Artinya, mereka adalah perusahaan afiliasi atau sister company yang mungkin memiliki motif bisnis di luar hubungan hukum biasa,” tambahnya.

Dirinya juga menegaskan bahwa pihaknya telah mengupayakan berbagai langkah hukum secara maksimal untuk menjaga kepentingan klien mereka. Permohonan pencabutan PKPU bahkan telah diajukan ke pengadilan pada 28 Mei 2025, jauh sebelum rapat kreditor dilakukan sebagai bentuk keberatan terhadap indikasi ketidaknetralan yang muncul.

“Kami tidak tinggal diam. Semua upaya hukum sudah kami tempuh untuk memastikan proses ini berjalan adil dan tidak disalahgunakan untuk kepentingan tertentu. Sayangnya, kekhawatiran kami terbukti: suara kreditur yang semestinya sudah tidak relevan tetap diperhitungkan dan bahkan menjadi kunci penolakan,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa kliennya masih memiliki kondisi keuangan yang sangat sehat. Berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2024, total aset perusahaan mencapai Rp113,9 miliar, jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan total klaim dalam proses ini.

Menurutnya, PKPU seharusnya menjadi ruang penyelamatan bagi perusahaan yang masih punya kemampuan membayar, bukan justru dimanfaatkan untuk mendorong debitur ke jurang kepailitan.

“Proses hukum harus dijalankan dengan integritas. Jangan sampai PKPU berubah menjadi alat tekan oleh pihak-pihak yang punya agenda tersembunyi. Kami tetap percaya pengadilan akan menilai perkara ini secara objektif,” tandas Noviar. (E-4)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |