
KASUS dugaan eksploitasi anak di bawah umur yang bekerja di salah satu tempat pijat di Jakarta menuai sorotan. Kriminolog Universitas Indonesia (UI), Josias Simon, menilai aparat penegak hukum harus menyelidiki kasus ini secara lebih mendalam, terutama karena korban masih di bawah umur dan berpotensi menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
“Korban masih di bawah umur, jadi agak sulit mengatakan yang bersangkutan melakukan pemalsuan identitas atas kemauan sendiri. Ada ketentuan perlindungan anak yang harus dijunjung,” ujar Josias kepada Media Indonesia, Rabu (15/10).
Ia menegaskan, jika terbukti ada pihak yang mempekerjakan atau memfasilitasi anak di bawah umur untuk praktik eksploitasi, ketentuan TPPO otomatis berlaku bagi para pelaku.
Menurutnya, upaya pencegahan seharusnya tidak dilakukan setelah ada korban, tetapi diberlakukan sejak awal dengan melibatkan berbagai pihak, mulai dari pengelola tempat pijat, aparat pengawasan ketenagakerjaan, hingga pemerintah daerah.
"Ini menyangkut keterlibatan beberapa pihak terkait, tidak bisa hanya dibatasi pada lingkup terapis saja,” katanya.
Josias juga mengingatkan bahwa kemungkinan besar masih banyak korban lain yang memilih diam karena faktor ekonomi atau tekanan dari pihak tertentu.
“Bukan saja mengingat, tapi karena kemungkinan besar sudah banyak korban yang tidak melapor dan lebih memilih diam dengan alasan ekonomi,” tuturnya.
Ia mendesak kepolisian menindak tegas para pihak yang mempekerjakan anak di bawah umur di tempat hiburan atau layanan pijat.
"Kasus seperti ini tidak bisa berhenti pada satu pelaku. Harus diungkap siapa perekrut, siapa pemodal, dan siapa yang menikmati hasil eksploitasi,” tandasnya. (H-3)