
ANGGOTA Komisi XII DPR RI, Yulian Gunhar, menyoroti perbedaan signifikan antara rilis awal dan dakwaan dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang. Ia menilai adanya ketidaksinkronan angka kerugian negara serta fokus perkara yang diungkapkan ke publik.
"Rilis awal katanya kerugian negara hampir 1 kuadriliun. Namun dalam dakwaan, total kerugian sebesar Rp 285 triliun. Dan perhitungan kerugiannya terdiri dari dua unsur, ada kerugian keuangan dan perekonomian," kata Yulian Gunhar dalam keterangan yang diterima, Jumat (17/10).
Gunhar menyebut, rilis awal kasus juga soal dugaan oplosan Pertamax dan Pertalite. Dalam dakwaan, jaksa juga mengungkapkan Pertamina menjual solar nonsubsidi atau industri ke 73 konsumen tertentu pada rentang 2018-2023 dan diduga merugikan keuangan negara Rp9,4 triliun.
"Rilis awalnya kan kasus soal Pertalite dan Pertamax oplosan, kok sekarang di dakwaan ada solar nonsubsidi atau untuk industri" jelas Gunhar.
Kebingungan ini membuat Komisi XII DPR, yang membidangi sektor energi dan sumber daya mineral, berencana meminta penjelasan resmi dari Pertamina. Komisi XII ingin memastikan duduk perkara dan kejelasan perbedaan antara rilis awal dengan dakwaan di persidangan.
Meski begitu, Komisi XII tetap mendukung langkah penegakan hukum untuk membersihkan Pertamina dari praktik-praktik koruptif. Gunhar menegaskan, perhatian utama DPR seharusnya juga diarahkan pada penyimpangan penyaluran BBM subsidi.
"Komisi XII berharap penyimpangan BBM subsidi yang harus jadi concern utama penegakan hukum, karena itu hak masyarakat kecil dan dibebankan negara dalam APBN. Kami akan mengikuti perkembangan dalam persidangan kasus Pertamina sebagai bahan pengawasan untuk perbaikan Pertamina ked epan," kata Gunhar. (P-4)