
ANGGOTA Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani menegaskan kebijakan denda sebesar 5% bagi perusahaan yang telat atau tidak membayar tunjangan hari raya (THR) kepada karyawannya harus diawasi secara ketat. Dia meminta perusahaan patuhi aturan yang sudah diterapkan.
Kebijakan yang merujuk pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016 ini merupakan langkah penting dalam menjamin hak pekerja dan menciptakan ekosistem ketenagakerjaan yang lebih adil.
Netty menyoroti pentingnya mekanisme pengawasan dan pengaduan agar kebijakan tersebut dapat berjalan dengan efektif. Ia mengingatkan bahwa dalam praktiknya, masih terdapat banyak perusahaan yang mencoba menghindari kewajiban pembayaran THR dengan berbagai cara, seperti menunda pembayaran, membayar kurang dari yang seharusnya, atau bahkan tidak membayar sama sekali.
“Pemerintah harus memastikan bahwa aturan ini tidak hanya sekadar wacana, tetapi benar-benar ditegakkan di lapangan. Pengawasan harus diperketat dan pekerja harus mendapatkan akses mudah untuk melaporkan pelanggaran. Jangan sampai pekerja yang haknya dilanggar justru kesulitan mencari keadilan,” kata Netty dikutip Antara, Rabu (19/3).
Netty menegaskan THR bukanlah bonus atau insentif yang bersifat sukarela, melainkan hak normatif yang wajib diberikan perusahaan kepada pekerja menjelang hari raya keagamaan.
“THR adalah hak pekerja yang telah bekerja selama minimal satu bulan dan wajib diberikan sesuai aturan. Jangan sampai ada perusahaan yang sengaja menunda atau menghindari kewajiban ini dengan alasan apa pun," kata Netty
Menurutnya, denda 5% yang diterapkan Kemnaker itu merupakan bentuk peringatan tegas agar tidak ada lagi pekerja yang kehilangan haknya menjelang hari raya. Dengan demikian, kata Netty, kebijakan itu tidak hanya memberikan efek jera bagi perusahaan yang lalai, tetapi juga melindungi pekerja agar mereka tetap menerima haknya.
Netty juga menilai bahwa kebijakan itu akan berdampak positif bagi stabilitas ekonomi nasional. Ia menjelaskan bahwa THR memiliki peran strategis dalam meningkatkan daya beli masyarakat, terutama menjelang hari raya keagamaan.
“Ketika pekerja mendapatkan haknya secara penuh dan tepat waktu, daya beli masyarakat akan meningkat dan pada akhirnya akan menggerakkan roda perekonomian. Ini adalah win-win solution bagi pekerja, dunia usaha, dan perekonomian secara keseluruhan,” ujar dia.
Pemberian THR diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) Nomor 11 Tahun 2020. Dilansir dari surat edaran Menaker Nomor M/2/HK.04/III/2024, Kemnaker menyebut pemberian THR merupakan kewajiban pengusaha yang harus dibayarkan secara penuh atau tidak boleh dicicil kepada pekerja/buruh.
Pada Pasal 5 Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 disebutkan THR harus dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan. (Ant/P-4)