DPR Dinilai tidak Belajar dari Tragedi Agustus

3 hours ago 1
DPR Dinilai tidak Belajar dari Tragedi Agustus Ilustrasi(Antara)

Pengamat politik Ray Rangkuti menilai langkah DPR yang kembali mengutak-atik anggaran reses menunjukkan belum adanya refleksi mendalam pascaperistiwa kerusuhan 27-30 Agustus lalu. Ia menyebut, perilaku tersebut menggambarkan ketidakpekaan lembaga legislatif terhadap gejolak publik yang sempat melanda beberapa waktu lalu. Menurut Ray, alasan DPR menaikkan anggaran dengan dalih penyesuaian indeks dan titik reses tidak dapat diterima. Ia menilai argumen tersebut terlalu dipaksakan dan sulit dibuktikan manfaatnya bagi masyarakat.

"Setelah peristiwa 27-30 Agustus lalu, tak jua membuat mereka dengan sepenuhnya introspeksi diri. Hanya sesaat, kini mulai lagi kumat," ujar Ray melalui keterangannya, Selasa (14/10).

Ia menyoroti minimnya laporan pertanggungjawaban dana reses yang transparan, sehingga publik tidak dapat memastikan apakah seluruh kegiatan benar-benar terlaksana di lapangan. Ray mempertanyakan sejauh mana penyerapan aspirasi rakyat benar-benar terjadi di setiap titik yang disebutkan.

"Apakah benar semua titik dikunjungi? Apakah benar semua titik berlangsung reses? Apakah benar terjadi penyerapan aspirasi masyarakat di semua titik yang dimaksud?" ujarnya.

Ray mengingatkan, diamnya masyarakat bukan berarti melupakan perilaku boros anggaran DPR. Menurutnya, potensi kekecewaan publik bisa muncul kapan saja jika perilaku serupa terus berulang. Ia mengingatkan agar para anggota legislatif tidak menganggap kesabaran rakyat sebagai tanda persetujuan. "Jika sekarang masyarakat terlihat kembali diam anteng, bukan berarti mereka melupakan pengeluaran biaya jor-joran DPR. Itu semua direkam. Dan kita tidak tahu kapan akan membuncah," kata Ray.

Lebih jauh, ia menyinggung kembali peristiwa 27-30 Agustus sebagai catatan kelam dalam sejarah parlemen Indonesia. Kerusuhan yang menyebabkan pembakaran gedung-gedung legislatif di berbagai daerah, menurutnya, seharusnya menjadi pelajaran penting bagi para anggota dewan.

"Sepanjang sejarah, baru kali ini kantor legislatif nasional dan daerah bahkan dibakar massa. 945 orang sekarang ditahan oleh polisi karena delik kerusuhan. Apakah anggota DPR tidak kasihan terhadap hampir 1000-an orang anak-anak muda potensial republik ini berada di balik jeruji besi polisi?" kata Ray.

Ia menilai DPR semestinya memiliki empati dan rasa tanggung jawab moral terhadap para korban yang terjerat kasus hukum akibat kemarahan publik terhadap lembaga itu.

Namun, hingga kini, Ray menilai belum terlihat adanya kesadaran ataupun upaya korektif dari parlemen. "Kini, menjadikan peristiwa 27-30 Agustus itu sebagai pelajaran pun tidak, apalagi bertanggung jawab dan empati bagi 945 orang dimaksud," pungkas Ray. (E-3)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |