Dosen UGM: MBG Bisa Bantu Atasi Kemiskinan Jika Dilakukan dengan Tepat

5 days ago 11
 MBG Bisa Bantu Atasi Kemiskinan Jika Dilakukan dengan Tepat Ilustrasi(MI/ARDI TERISTI )

DOSEN Ilmu Ekonomi UGM, Wisnu Setiadi Nugroho, S.E., M.Sc., Ph.D. mengkritisi pelaksanaan program makan bergizi gratis yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Menurut dia, jika dilaksanakan dengan tepat, program tersebut bisa mengurangi angka kemiskinan di Indonesia.

"Program makanan bergizi gratis di sekolah bukan kebijakan yang baru. Beberapa negara juga menerapkannya," kata dia dalam Ekonomika Bisnis Journalism Academy di Pertamina Tower Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Senin (14/4). 

Misalnya, di Amerika Serikat, makan bergizi gratis diberikan kepada anak yang tidak mampu. Namun, pemberiannya diberikan lewat transfer langsung ke kantin sekolah dan anak-anak di sekolah tidak ada yang tahu untuk mengantisipasi tindak perundungan.

Pemberian transfer langsung ke kantin sekolah juga sengaja dilakukan karena pengelola kantin tersebut tahu gizi yang dibutuhkan oleh anak-anak sekolah. Pengelola kantin juga sudah selayaknya membelanjakannya sesuai dengan bahan pangan yang dihasilkan oleh daerah tersebut.

"Tdak perlu impor, tetapi bisa trade in dengan daerah lain sehingga program ini juga bisa menyejahterakan petani," ungkap dia.

Terkait pelaksanaan MBG, menurut dia, hal tersebut kurang efisien. "Cash transfer ke sekolah lebih efektif karena mereka lebih tahu yang dibutuhkan," kata dia.

Program tersebut seharusnya tidak diberikan untuk semua anak sekolah, tetapi cukup anak-anak yang tidak mampu. Dengan demikian, program tersebut bisa tepat sasaran dan universal. 

Pemerintah hanya perlu menetapkan standar gizi yang harus dipenuhi. Selain itu, pelaksanaannya pun bisa dilakukan secara desentralisasi sehingga bisa pemberdayaan bumses dan UMKM lokal. 

"Produksi makanannya harsu dari lokal jangan sampai lalai impor, malah membuat defisit," ungkap dia.

Dalam kesempatan tersebut, ia juga memberi peringatan kepada pemerintah terkait angka kemiskinan yang turun, tetapi kelas menang turun. Akibatnya, ada jarak yang semakin lebar antara masyarakat ekonomi menengah ke atas dengan ekonomi menengah ke bawah.

Mengutip angka dari Susenas 2023, tingkat kerentanan kemiskinan Indonesia relatif tinggi. "Hal tersebut dapat dilihat dari kemencengan kurva pengeluaran perkapita Indonesia tahun 2023 yang masih condong ke kiri, terang dia.

Pada tahun 2023 Garis Kemiskinan (GK) Rp.550.458 perkapita per bulan. Dengan jumlah penduduk misxin sebesar 25,89 juta jiwa. Penduduk yang hampir miskin (1,5 GK) sebesar 90,33 Juta Jiwa merupakan penduduk yang rentan jatuh ke dalam hemiskinan bila ada terjadi guncangan dalam perekonomian Indonnesia. 

"Penduduk yang rentan miskin lainya 1,7 GK 115.02 Juta Jiwa (41.55%) yang penduduk rentan miskin lainnya dengan kondisi masih membutuhkan perlindungan sosial agar tidak jatuh ke dalam kondisi hampir miskin dan miskin," kata dia.

Jika hal tersebut dibiarkan, ia khawatir suatu saat angka kelas menengah ke bawah akan semakin banyak, menengah ke atas akan semakin berkurang, dan kesenjangan akan semakin lebar.

Terlebih salah satu faktornya, antara lain, kecenderungan masyarakat menengah ke atas saat ini semakin banyak yang berpikiran tentang child free ataupun tidak memiliki satu atau dua anak, sedangkan masyarakat ekonomi menengah ke bawah tidak terlalu mempedulikan hal tersebut. (H-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |