Petugas memeriksa kelengkapan calon jamaah umrah saat memasuki Terminal 2 Bandara Internasional Juanda Surabaya.(Dok. Antara)
PEMERINTAH secara resmi mengizinkan masyarakat untuk melaksanakan ibadah umrah secara mandiri. Legalisasi umrah mandiri itu tercantum dalam Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (UU PIHU) nomor 14 tahun 2025. Sebelumnya, ibadah umrah hanya bisa dilakukan melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) Zaky Zakariya mengatakan akan muncul berbagai risiko dengan diizinkannya pelaksanaan umrah mandiri.
Ia menilai konsep tersebut tampak memberikan kebebasan, tetapi sebenarnya mengandung risiko besar, seperti bimbingan manasik, perlindungan hukum, maupun pendampingan di Tanah Suci.
Berikut ini deretan risiko dari legalnya umrah mandiri menurut Amphuri.
1. Kegelisahan di Kalangan PPIU
Zaky mengatakan keputusan tersebut menimbulkan kegelisahan di kalangan penyelenggara resmi dan pelaku usaha haji-umrah di seluruh Indonesia, karena berpotensi menimbulkan risiko besar bagi jamaah, ekosistem keumatan, dan kedaulatan ekonomi umat.
2. Kasus Penipuan
Zaky mengatakan, sejarah mencatat banyaknya kasus penipuan umrah dan haji, termasuk tragedi besar pada 2016 ketika lebih dari 120.000 orang gagal berangkat. Dengan pengawasan ketat saja penipuan masih terjadi. "Apalagi bila praktik umrah mandiri dilegalkan," ujarnya.
"Jika terjadi gagal berangkat, penipuan, atau musibah seperti kehilangan bagasi dan keterlambatan visa, tidak ada pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban," katanya.
3. Risiko Pelanggaran Regulasi Arab Saudi
Jemaah yang berangkat tanpa pendampingan disebutnya juga berisiko melakukan hal yang merupakan pelanggaran di Arab Saudi. Hal itu berisiko besar terjadi karena minimnya pemahaman terhadap regulasi setempat.
"Seperti batas waktu visa (overstay), larangan berpakaian beratribut politik, atau aktivitas yang dianggap mengganggu ketertiban umum," katanya.
4. Dominasi Travel Asing
Lebih jauh Zaky menilai legalisasi umrah mandiri justru membuka peluang bagi korporasi dan platform global, seperti Online Travel Agent perjalanan internasional untuk langsung menjual paket ke masyarakat Indonesia tanpa melibatkan PPIU lokal.
"Jika hal ini dibiarkan, kedaulatan ekonomi umat akan tergerus. Dana masyarakat akan mengalir keluar negeri, sementara jutaan pekerja domestik kehilangan penghasilan," katanya.
Ia menjelaskan sektor umrah dan haji selama ini menyerap lebih dari 4,2 juta tenaga kerja, mulai dari pemandu ibadah, penyedia perlengkapan, hingga pelaku UMKM di daerah. Legalisasi umrah mandiri juga berpotensi menurunkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan mengurangi penerimaan pajak karena nilai tambah ekonomi bergeser ke luar negeri. (Ant/H-3)


















































