Para pengunjuk rasa berkumpul dalam aksi nasional bertajuk No Kings di Los Angeles, California, Amerika Serikat (AS), kemarin.(AFP)
AKSI massa bertajuk No Kings atau Bukan Raja digelar serentak di 50 negara bagian Amerika Serikat pada Sabtu (18/10) menandai salah satu demonstrasi nasional terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Gelombang protes itu ditujukan terhadap kebijakan garis keras Presiden Donald Trump.
Penyelenggara mengeklaim sekitar tujuh juta warga turun ke jalan dalam aksi yang tersebar dari New York hingga Los Angeles, termasuk kota-kota kecil di wilayah tengah AS serta kawasan dekat kediaman Trump di Florida. "Beginilah rupa demokrasi!" teriak ribuan peserta di Washington, tidak jauh dari Gedung Capitol, sementara penutupan pemerintahan federal memasuki pekan ketiga akibat kebuntuan legislatif.
Spanduk dan poster menyerukan perlindungan demokrasi serta pembubaran badan Imigrasi dan Bea Cukai (ICE) yang dianggap sebagai instrumen kebijakan anti-imigran Trump. Aksi juga menyoroti serangan presiden terhadap media, oposisi politik, dan imigran tidak berdokumen.
"Saya tidak pernah menyangka akan hidup untuk menyaksikan kematian negara saya sebagai negara demokrasi," kata Colleen Hoffman, 69, saat mengikuti aksi di Broadway, New York. "Kita berada dalam krisis, kekejaman rezim ini, otoritarianisme. Saya merasa tidak bisa duduk di rumah dan tidak berbuat apa-apa," tambahnya.
Di Los Angeles, peserta aksi membawa balon besar bergambar Trump mengenakan popok. Sejumlah spanduk menggabungkan simbol budaya pop, termasuk referensi terhadap anime One Piece.
Salah satu tulisan di Houston berbunyi, "Lawan Ketidaktahuan, bukan migran." Hal ini mencerminkan kekhawatiran warga di kota yang dihuni imigran dalam jumlah besar.
Secara umum aksi berlangsung damai. Namun, ketegangan sempat muncul di pusat kota Los Angeles. Polisi setempat dilaporkan menembakkan gas air mata dan peluru kendali tak mematikan untuk membubarkan massa pada Sabtu malam.
"Setelah ribuan orang berkumpul untuk mengekspresikan hak Amendemen Pertama secara damai pada hari sebelumnya, hampir seratus agitator berbaris ke Aliso dan Alameda," demikian pernyataan Divisi Pusat LAPD di X. Mereka menyebut peserta menggunakan laser dan lampu kilat industri sebelum perintah pembubaran dikeluarkan.
Respons Trump dan Sekutunya
Data jumlah peserta belum dapat diverifikasi secara independen. Di New York, aparat melaporkan lebih dari 100.000 orang berpartisipasi. Di Washington, jumlah massa diperkirakan 8.000 hingga 10.000 orang.
Trump menanggapi demonstrasi dengan membagikan video buatan AI di platform Truth Social miliknya yang menggambarkan dirinya sebagai raja. Dalam salah satu video, ia muncul mengenakan mahkota dan menerbangkan jet tempur yang menjatuhkan benda mirip kotoran ke arah pengunjuk rasa.
Ketua DPR AS Mike Johnson mengejek aksi tersebut dengan menyebutnya sebagai protes Benci Amerika. Ia menuding demonstrasi itu menyatukan kaum Marxis, Sosialis, pendukung Antifa, anarkis, dan sayap pro-Hamas dari Partai Demokrat sayap kiri.
Peserta aksi membalas dengan sindiran. "Lihat sekeliling! Jika ini kebencian, seseorang harus kembali ke sekolah dasar," kata Paolo, 63, dalam aksi di Washington.
"Begini apa yang dikatakan kaum sayap kanan, saya tidak peduli. Mereka membenci kami," kata peserta lain, Tony, 34.
Seruan Menjaga Demokrasi
Deirdre Schifeling dari American Civil Liberties Union menegaskan bahwa para demonstran ingin menyampaikan pesan bahwa mereka adalah negara yang setara.
"Kita adalah negara hukum yang berlaku untuk semua orang, negara dengan proses hukum yang semestinya dan negara demokrasi. Kita tidak akan dibungkam," sebutnya.
Leah Greenberg, salah satu pendiri Indivisible Project, menyoroti upaya pemerintahan Trump mengirim Garda Nasional ke kota-kota yang dipimpin Demokrat seperti Los Angeles, Washington, Chicago, Portland dan Memphis.
"Kebijakan itu mencerminkan buku pedoman otoriter klasik, mengancam, mencemarkan nama baik dan berbohong, menakut-nakuti orang agar tunduk," katanya.
Berbicara di depan massa di dekat Gedung Capitol, Senator Bernie Sanders memperingatkan ancaman terhadap demokrasi. "Kita memiliki seorang presiden yang menginginkan kekuasaan yang semakin besar di tangannya sendiri dan di tangan rekan-rekan oligarkinya," tegasnya.
Isaac Harder, 16, menyatakan kekhawatirannya terhadap arah politik negaranya. "Ini adalah lintasan fasis. Dan saya ingin melakukan apa pun yang saya bisa untuk menghentikannya," pungkasnya. (AFP/I-2)


















































