
KEPALA Badan Riset & Inovasi Strategis (BRAINS) DPP Partai Demokrat Ahmad Khoirul Umam menilai pemisahan pemilu nasional dan daerah atau lokal bakal membuat biaya politik makin tinggi. Hal ini menjadi tantangan dari pemisahan sistem tersebut.
"Hal ini bisa menciptakan politik biaya tinggi," kata Umam melalui keterangan tertulis, Jumat (27/6).
Potensi Fragmentasi?
Umam menjelaskan pemisahan pemilu akan memunculkan fragmentasi siklus politik nasional versus lokal. Selama ini, calon legislatif (caleg) nasional dan caleg lokal selalu bekerja sama untuk menggarap basis konstituen di masing-masing daerah pemilihan (dapil).
Rezim Pemilu?
Sementara, jika rezim pemilu nasional dan lokal dipisah, hal itu akan memberatkan kerja-kerja caleg nasional. Karena harus menjangkau pemilih di tingkat skala daerah.
"Harus menjangkau pemilih dalam skala besar di wilayah teritorial daerah pemilihan yang luas, tanpa dukungan caleg lokal dan mesin politiknya yang mengakar," ujar Umam.
Putusan MK?
Mahkamah Konsitusi (MK) memutuskan mulai 2029, keserentakan penyelenggaraan pemilihan umum yang konstitusional adalah dengan memisahkan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, dan presiden/wakil presiden (Pemilu nasional) dengan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota (Pemilu daerah atau lokal). Hal itu termuat dalam putusan 135/PUU-XXII/2024.
Sehingga, pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai 'pemilu lima kotak' tidak lagi berlaku. (Fah/P-3)