loading...
JAKARTA - Di banyak negara, partai politik (parpol) dianggap sebagai pilar utama dalam sistem demokrasi yang memberikan ruang bagi masyarakat untuk memilih pemimpin dan menyalurkan aspirasi politik. Namun, terdapat beberapa negara yang memilih untuk tidak mengadopsi sistem parpol atau bahkan melarang keberadaannya sama sekali.
Fenomena negara tanpa partai politik ini seringkali dipengaruhi oleh sejarah politik, budaya lokal, serta pandangan terhadap bagaimana pemerintahan seharusnya dijalankan.
Negara-negara tanpa parpol kebanyakan berada di Timur Tengah yang mengadopsi pemerintahan monarki. Ada juga tetangga Indonesia yang menjadi negara tanpa parpol, yakni Brunei Darussalam.
Baca Juga: Inilah 20 Kota di Dunia dengan Miliarder Terbanyak, Apakah Jakarta Masuk?
Daftar 10 Negara Tanpa Parpol
1. Tuvalu (Punya Parlemen Tanpa Parpol)
Tuvalu adalah sebuah negara kepulauan kecil di Pasifik dengan sistem parlementer, di mana anggota parlemen dipilih tanpa adanya afiliasi partai politik yang jelas.
Meski tidak ada partai politik yang dominan, pemilihan umum (pemilu) tetap dilaksanakan berdasarkan calon individu yang bisa saja memiliki pandangan politik tertentu, meski tidak terorganisir dalam partai politik formal.
Dengan kata lain, Tuvalu masih menjalankan sistem demokrasi yang memungkinkan adanya pertarungan antar-individu, meskipun tanpa partai politik yang terstruktur.
2. Palau (Ada Pemilu Tanpa Parpol)
Mirip Tuvalu, Palau juga negara di Pasifik tanpa parpol formal. Negara ini memiliki sistem pemerintahan yang berfungsi dengan baik dan demokratis, di mana pemilu diikuti oleh para kandidat individu, bukan berdasarkan parpol.
Ini berarti, meskipun ada pemilu untuk oresiden dan anggota Parlemen, mereka tidak terikat atau terorganisir dalam struktur parpol yang formal seperti di banyak negara besar.
Para pemilih di Palau memilih calon individu yang mereka percayai untuk memimpin. Tanpa parpol formal, para kandidat lebih berfokus pada kepribadian, kemampuan, dan relasi sosial mereka dengan masyarakat, daripada membawa platform ideologis yang umum dalam sistem multipartai.
Meskipun tidak ada parpol formal, para calon pemimpin dapat membentuk kelompok informal atau koalisi untuk mendukung pencalonan mereka atau untuk bekerja sama setelah pemilu. Namun, ini berbeda dengan partai politik tradisional yang memiliki struktur formal dan platform ideologi yang jelas.
Lantaran tak ada parpol formal, perdebatan politik di Palau lebih mengutamakan masalah praktis dan kepentingan lokal, ketimbang perbedaan ideologi besar antara partai yang bisa mengarah pada polarisasi. Ini memudahkan tercapainya konsensus dalam pengambilan keputusan politik.
3. Afghanistan (Tak Ada Parpol, Tak Ada Pemilu)
Afghanistan adalah sebuah negara dengan sistem politik yang lebih kompleks, dan pada beberapa titik, negara ini pernah memiliki partai politik. Tapi semuanya berubah sejak kebangkitan Taliban pada 2021.
Setelah pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban pada Agustus 2021, negara ini bisa dianggap tidak memiliki parpol formal dalam pengertian modern. Hal ini karena Taliban menguasai hampir seluruh negara dan menghapus sistem sebelumnya yang berbasis pada multipartai.
Sistem pemerintahan Afghanistan, di bawah kepemimpinan Taliban, sekarang berdasarkan Syariah Islam yang ketat versi penguasa tersebut.
Taliban secara tegas melarang keberadaan parpol yang dapat mengancam kekuasaan mereka. Semua kegiatan politik yang bertentangan dengan ideologi Taliban dianggap ilegal. Ini berarti bahwa partai-partai oposisi, yang sebelumnya ada di Afghanistan sebelum 2021, tidak bisa berfungsi lagi.
Ini artinya, tak ada parpol dan juga tak ada pemilu di negara tersebut.
4. Oman (Parpol Dilarang, tapi Ada Pemilihan Dewan Syura)
Oman adalah negara di kawasan Teluk dengan sistem monarki absolut. Negara ini tidak mengizinkan adanya parpol.
Namun, sejak 2011, Oman mengadakan pemilihan untuk memilih anggota Dewan Negara (Dewan Syura), meskipun masih terbatas dan tanpa adanya afiliasi partai politik yang kuat.


















































