
SEIRING meningkatnya curah hujan sejak tiga pekan terakhir, petani di Provinsi Aceh sekarang mulai turun membajak sawah. Ini merupakan musim tanam gadu (musim tanam kedua) yang sering rawan kekeringan.
Karena itu petani sangat sangat hati-hati menghadapi fenomena alam El Nino atau cuaca panas di tengah musim tanam. Apalagi petani penggarap lahan sawah tadah hujan dan mereka yang jauh atau sulit jangkauan saluran irigasi teknik.
Di Kabupaten Pidie misalnya, dari luas lahan sawah sekitar 24.787 ha (hektare) luas lahan sawah, hanya sekitar 15.000 ha ditanami padi musim gadu. Selebihnya ada yang ditanami palawija seperti bawang merah, cabai merah, tomat, semangka, kacang tanah, kacang hijau, kacang kuning dan lainnya. Lalu untuk lokasi rawan krisis air, juga dibiarkan kosong menganggur.
"Karena musim gadu sering krisis air, untuk lahan yang sudah ditanam musim gadu tahun lalu, pada kali ini berhenti yakni memberi kesempatan untuk yang lain. Jadi untuk musim gadu harus membelah dua bagian. Bila yang satu bagian menanam tentu yang lahan lain berhenti, begitu juga sebaliknya" kata Abdullah, tokoh masyarakat tani di Kecamatan Delima, Jumat (18/4).
Amatan Media Indonesia di Kecamatan Delima, Indrajaya dan Kecamatan Peukan Baro, sebagian petani mulai menanam padi. Adapun sebagian lagi sedang mengolah tanah dan sudah ditabur benih.
Adapun ketersediaan air masih memadai dan lancar. Apalagi dalam dua pekan terakhir sering turun hujan dan debit air jaringan irigasi teknis masih tersedia. "Kalau dua bulan ke depan tidak kemarau, kemungkinan berhasil panen bisa tercapai. Paling penting hingga tanaman padi sedang bergulir," tutur Mawardi, petani lainnya di Desa Masjid Reubee, Kecamatan Delima.
Sesuai catatan Media Indonesia, semangat petani menanam padi sawah di Kabupaten Pidie cukup tinggi. Apalagi sebagian besar penduduk wilayah pesisir Selatan Malaka itu adalah petani padi, nelayan dan petani kebun berladang di perbukitan.
Namun kadang mereka kecewa karena sering kelangkaan pupuk bersubsidi, tingginya harga racun hama atau samprodi. Labih ironis lagi dalam tiga tahun terakhir lahan pertanian setempat banyak serangan hama dan penyakit.
Hai itu diduga akibat banyaknya bening galur (benih tidak ada uji laboratorium) beredar bebas. Produsen atau pengedar benih ilegal tidak bersertifikat itu sering melibatkan penyuluh pertanian dan aparat jajaran dinas terkait lainnya. (E-2)