
ORGANISASI Projo meminta publik untuk tidak menggiring opini terkait dugaan eks Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) sekaligus ketua umum Projo, Budi Arie Setiadi yang disebut dalam dakwaan meminta jatah 50% dari praktik pengamanan situs judi online (judol) jika terbukti benar.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Projo, Handoko mengatakan publik bisa mengecek fakta dan pemberitaan terkait sepak terjang Budi Arie yang menurutnya selalu berada di garis depan dalam pemberantasan judi online selama menjabat Menkominfo.
“Saya menanggapi agar berita tersebut tidak menjadi bahan framing jahat atau bahkan persepsi liar bahwa Budi Arie Setiadi, yang juga Ketua Umum DPP PROJO, terlibat dan menerima sogokan duit haram judi online,” katanya kepada Media Indonesia pada Minggu (18/5).
Budi Arie dapat Sogokan?
Handoko menilai bahwa surat dakwaan yang dikutip media menyatakan bahwa alokasi uang sogokan dari bandar judi online adalah kesepakatan para terdakwa. Menurutnya, surat dakwaan tidak menyebutkan Budi Arie mengetahui perihal uang sogokan 50% tersebut, apalagi menerima uang haram tersebut.
“Dakwaan JPU tidak menyebutkan Budi Arie tahu, apalagi menerima uang haram tersebut. Faktanya, memang Budi Arie tidak tahu soal pembagian sogokan itu, apalagi menerimanya baik sebagian maupun keseluruhan. Kesaksian itu juga yang dijelaskannya ketika dimintai keterangan oleh penyidik Polri,” ungkapnya.
Hancurkan Nama Baik?
Handoko mengatakan bahwa isu sesat tersebut sengaja dikembangkan dalam rangka menciptakan framing jahat yang bertujuan untuk menghancurkan citra seseorang. Disebut bahwa hal itu dibangun dari informasi atau data yang tidak utuh, ditambah pesan subyektif insinuatif.
“Lalu digabungkan dengan informasi-informasi yang tidak berkaitan dengan inti permasalahan. Tujuannya, agar khalayak mengikuti atau mengamini kemauan aktor pembuat framing,” katanya.
Framing Jahat?
Di samping itu, Handoko menyebut bahwa keutuhan informasi menjadi penting untuk memahami persoalan terkait dakwaan kasus judol. Untuk itu, ia meminta kepada berbagai pihak untuk menghentikan framing jahat yang dapat menciderai marwah seseorang.
“Stop narasi sesat dan framing jahat untuk mendiskreditkan siapapun, termasuk bagi Budi Arie Setiadi. Kegaduhan akibat pembelokkan fakta sangat merugikan masyarakat, hanya kecurigaan dan sesat pikir atau salah tuduh yang akan diperoleh, alih-alih mendapatkan kebenaran serta keadilan,” kata Handoko.
Hargai Proses Hukum?
Lebih jauh, Handoko meminta kepada publik untuk menghargai proses hukum sedang berjalan di pengadilan secara terbuka dan adil. Dikatakan bahwa publik bisa memantaunya melalui sumber-sumber informasi yang valid seperti penjelasan penegak hukum melalui media yang menjunjung tinggi objektivitas dan independensi.
“Jangan belokkan fakta hukum dengan asumsi yang tidak faktual, apalagi framing jahat untuk membunuh karakter Budi Arie Setiadi,” tegasnya.
Ada Arahan Khusus?
Sebelumnya, eks Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) yang juga Menteri Koperasi, Budi Arie disebut-sebut telah memberikan arahan kepada Terdakwa II, Adhi Kismanto untuk tidak melakukan penjagaan website perjudian.
Hal itu membuat namanya muncul dalam surat dakwaan kasus mafia akses judi online (judol) pada persidangan yang sudah berlangsung pada Rabu, 14 Mei 2025 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Dalam persidangan itu ada 4 orang yang duduk sebagai terdakwa yaitu Zulkarnaen Apriliantony, Adhi Kismanto, Alwin Jabarti Kiemas, dan Muhrijan alias Agus.
Rapat di Rumah Dinas Menteri?
Nama Budi Arie, muncul ketika jaksa menjelaskan tentang peran Zulkarnaen Apriliantony. Budi Arie disebut meminta Zulkarnaen untuk merekrut orang yang akan bertugas mengumpulkan data website perjudian online hingga jaksa menyebut Budi Arie mendapatkan jatah.
Surat dakwaan itu juga menyebut Budi Arie melakukan pertemuan dengan dua terdakwa yakni Zulkarnaen Apriliantony dan Adhi Kismanto di rumah dinas menteri komplek Widya Chandra, Kebayoran Baru, Senayan, Jakarta Selatan pada 19 April 2025. (Dev/P-3)