Ilustrasi--Pedagang memeriksa telur ayam ras dengan cahaya lampu di Pasar Higienis Ternate, Maluku Utara.(ANTARA/Andri Saputra)
SIAPA menyangka bahwa tidak semua telur ayam aman untuk dikonsumsi masyarakat. Guru Besar Ilmu Ternak Unggas IPB University, Prof Niken Ulupi menegaskan, telur ayam pedaging bibit (fertil) tidak layak dikonsumsi dan diperjualbelikan karena sifatnya yang mudah rusak.
"Telur fertil yang tidak memenuhi syarat untuk ditetaskan tidak boleh dijual di pasar. Kualitasnya rendah, masa simpannya pendek, dan mudah membusuk," tegas dosen Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan IPB University ini.
Prof Niken menjelaskan, telur ayam pedaging bibit berbeda dengan telur konsumsi pada umumnya. Telur konsumsi yang beredar di pasaran berasal dari industri ayam petelur komersial, yang seluruh ayamnya adalah betina dan menghasilkan telur infertil tanpa pembuahan.
Adapun telur fertil dihasilkan dari ayam betina yang dibuahi pejantan, sehingga di dalamnya terdapat embrio.

MI/HO--Guru Besar Ilmu Ternak Unggas IPB University, Prof Niken Ulupi
"Telur jenis ini membutuhkan penyimpanan bersuhu rendah. Jika dibiarkan pada suhu ruang, embrio dapat berkembang sebagian dan membuat telur cepat busuk," terangnya.
Prof Niken menuturkan bahwa tujuan pemeliharaan ayam memang berbeda. Ada yang untuk menghasilkan telur, ada pula yang khusus menghasilkan daging. Karena itu berkembang beragam galur ayam, baik ras maupun lokal.
Ayam petelur komersial dipelihara untuk menghasilkan telur konsumsi, sedangkan ayam pedaging komersial seperti broiler dipelihara khusus untuk daging.
"Ayam broiler komersial hanya dipelihara singkat, sekitar lima minggu, lalu dipotong. Jadi ayam pedaging tidak sampai bertelur," kata Prof Niken.
Adapun ayam pedaging bibit (breeder broiler) dipelihara khusus untuk menghasilkan telur tertunas (fertil) yang ditetaskan menjadi bibit broiler komersial.
"Telur-telur inilah yang disebut telur fertil, karena dihasilkan dari induk betina yang dibuahi pejantan," sebutnya.
Meski kandungan gizinya (terutama protein dan asam amino esensial) tidak jauh berbeda, risiko kerusakan telur fertil lebih tinggi dibanding telur konsumsi.
Oleh sebab itu, telur jenis ini tidak diperuntukkan untuk konsumsi masyarakat umum. Selain itu, Prof Niken menyebut, penjualan telur dari industri pembibitan juga dapat mengganggu stabilitas harga telur konsumsi di pasaran.
Sebagai panduan, Prof Niken mengurai perbedaan telur konsumsi dengan telur fertil. Keduanya dapat dibedakan dari warna kerabang, bentuk, serta penandaan pada cangkangnya.
"Pemahaman ini penting agar masyarakat dapat memilih telur yang aman, bergizi, dan sesuai peruntukannya," tutupnya. (Z-1)


















































