
PENYAKIT Demam Berdarah Dengue (DBD) masih terjadi hampir di sekitar 93 persen kota/kabupaten masih mengalami insiden rate yang tinggi. Tahun 2025 kasus DBD sampai 16 Februari 2025 sudah mencapai 10.752 kasus dengan insiden ratenya sekitar 3,79 per 100 ribu penduduk dengan kematian sekitar 48 kasus dengan CFR 0,48.
"Jadi ini memang kelihatan dengue memang pada trennya dari tahun ke tahun sejak 2016 kita petakan, itu biasanya pada akhir tahun itu akan mengalami kenaikan. Sampai bulan Maret-April mengalami penurunan, kemudian bulan Oktober, November, Desember mulai naik lagi, dan puncaknya biasanya adalah Januari, Februari, Maret ini," Direktur Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Ina Agustina dalam diskusi secara daring, Kamis (20/2).
Pada tahun 2024 jumlah kumulatif kasus DBD di Indonesia sampai dengan minggu ke-53 hampir sekitar 247 ribu dengan insiden rate sekitar 88 per 0,46 per 100 ribu penduduk dan sudah 1.418 kematian. Angka tersebut berasal dari 488 kabupaten kota di 36 provinsi.
Selain DBD penyakit yang perlu diwaspadai oleh masyarakat adalah cikungunya. Sampai Desember 2024 yang tercatat sudah di 7 provinsi dengan total kasus 571 kasus dan tanpa kematian.
"Jadi ini kami memang melihat trennya cikungunya mirip sama trennya dengue pada akhir tahun ini mengalami peningkatan. Meskipun cikungunya tidak menyebabkan kematian, namun menyebabkan efek pada kualitas hidup karena menyebabkan nyeri sendi yang cukup lama hingga beberapa bulan. Sehingga cikungunya bisa mengganggu kualitas hidup seseorang," ungkapnya.
Untuk itu Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) tentang kewaspadaan peningkatan kasus dan kejadian luar biasa dengue dan cikungunya tahun 2025 yang disampaikan kepada seluruh fasilitas kesehatan di Indonesia kepada dinas provinsi maupun kabupaten/kota.
Dalam SE itu menekankan berdasarkan penyelidikan epidemiologi yang sudah dilakukan. Kemenkes memetakan peningkatan hingga angka kematian pada kasus-kasus tersebut.
Ia menyebut ternyata angka kematian akibat DBD banyak terjadi karena terlambat dibawa karena menganggap demam biasa. Kemudian bisa jadi dari petugas kesehatannya juga yang tidak menyadarinya. Tidak menyadari mungkin karena tidak diperiksa, bisa juga tidak dipantau karena terlihat sehat.
Sehingga dengan SE itu Kemenkes mengingatkan dinas agar lebih berhati-hati dan mewanti-wanti agar jika ada tanda DBD segera dirujuk. (H-3)