SEJUMLAH elemen masyarakat sipil, organisasi kepemudaan, serta mahasiswa akan menggelar aksi solidaritas bertajuk Indonesia Melawan Genosida pada Minggu (12/10), di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat. Aksi ini digelar sebagai respons atas kabar terbaru mengenai gencatan senjata di wilayah Gaza, Palestina.
Koordinator aksi, Syauki Hafiz, menyampaikan bahwa meskipun kabar gencatan senjata memberikan harapan, ancaman terjadinya kembali genosida masih membayangi. Oleh karena itu, berbagai kelompok berkumpul untuk memperkuat strategi gerakan yang lebih efektif.
"Hari ini kami mengonsolidasikan berbagai organisasi, baik sipil, kepemudaan, maupun mahasiswa. Sebelumnya kami sudah bersiap karena genosida ini nyaris memasuki tahun ketiga. Namun kabar adanya gencatan senjata menjadi titik terang," ujar Syauki dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (11/10).
Menurutnya, meski ada kelegaan atas perkembangan tersebut, perjuangan belum selesai. Ia menegaskan pentingnya keterlibatan aktif Indonesia dalam menjaga agar genosida tidak terulang dan gencatan senjata benar-benar dipatuhi.
"Kami berharap Indonesia bisa ikut memastikan penghentian kekerasan berlangsung konsisten, dan tidak ada lagi pelanggaran atau perang baru di Gaza," lanjutnya.
Salah satu tuntutan utama yang akan disuarakan dalam aksi ini adalah mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk merealisasikan janji pengiriman 20 ribu pasukan perdamaian ke Gaza. Menurut Syauki, momen sekarang adalah waktu yang tepat untuk mengirim pasukan tersebut.
"Kami khawatir Israel akan memanfaatkan celah sekecil apa pun untuk kembali menyerang. Maka dari itu, komitmen pengiriman pasukan jangan ditunda lagi," tegasnya.
Syauki juga menambahkan bahwa pasukan tersebut diharapkan dapat membantu mengawal proses gencatan senjata dan memastikan bantuan kemanusiaan bisa masuk ke Gaza tanpa hambatan.
Selain menyoroti peran pemerintah Indonesia, aksi ini juga akan menyuarakan tanggung jawab dunia internasional untuk menjaga perdamaian di Gaza.
"Tanggung jawab menjaga gencatan senjata dan mengakhiri genosida bukan hanya milik satu negara, tapi menjadi beban bersama komunitas global, termasuk Indonesia," pungkas Syauki. (E-4)