Advokat Dianiaya Preman, Peradi: Usut Kasus dan Beri Perlindungan Hukum

5 hours ago 1
 Usut Kasus dan Beri Perlindungan Hukum Ketua DPC Peradi Jakarta Barat Suhendra Asido Hutabarat (kiri) .(Dok. DPC Peradi Jakarta Barat)

KETUA DPC Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Jakarta Barat Suhendra Asido Hutabarat menegaskan pihaknya memberikan perlindungan hukum kepada anggota yang mengalami kriminalisasi, seperti kasus pengeroyokan yang menimpa Ketua DPC Peradi Papua Pieter Ell di Cipayung, Jakarta Timur. 

Kala itu, Pieter yang sedang menjalankan tugas untuk mendampingi kliennya dianiaya oleh sejumlah preman di wilayah Cipayung, Jakarta Timur, beberapa waktu lalu. Insiden tersebut kemudian dilaporkan ke Polda Metro Jaya. 

"Kita juga ada pembelaan profesi advokat. Kalau ada advokat yang memerlukan bantuan itu, kita siap mendampingi, dan itu secara cuma-cuma, secara free," kata Asido, dalam keterangannya, dikutip (20/10).

DPC Peradi Jakarta Barat, sambung dia mengutuk keras aksi sekelompok preman yang menganiaya atau mengeroyok advokat yang sedang menjalankan tugas profesinya. "Kita juga cukup prihatin bahwa ada advokat, rekan kita yang dianiaya preman," katanya.

Menurut Asido, Bidang Pembelaan Profesi Advokat DPN Peradi juga telah memberikan perlindungan hukum kepada Pieter. Ia mengingatkan bahwa advokat juga bisa dilaporkan ke Dewan Kehormatan DPN Peradi jika melanggar kode etik advokat, semisal menelantarkan klien. 

"Jadi tidak main-main, dalam arti bahwa avokat itu benar-benar dari awal pendidikannya berkualitas, pengawasannya ada, komwas (komisi pengawas) ada," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Bidang Pembelaan Profesi Advokat DPN Peradi, Antoni Silo, menuturkan pihaknya meminta penyidik Polda Metro untuk segera menangkap pihak yang menganiaya korban. “Kami sangat prihatin ada anggota kami yang dianaiaya. Tidak sulit sebenarnya bagi penyidik untuk menangkap pelaku tersebut,” ucap dia.

HARUS BERSATU
Asido menyoroti Surat Ketua Mahkamah Agung (SK MA) Nomor 73 Tahun 2015, yang menjadikan sistem organisasi advokat seolah-olah multibar, meski secara de jure tegas singlebar (wadah tunggal) sebagaimana UU Advokat Nomor 18 Tahun 2003.

Dengan multibar, misalnya, ketika ada advokat akan dipecat dan dia justru pindah ke organisasi lain. Bahkan, jika kembali terlibat malapraktik dan agar tidak dipecat, dia lantas bikin organisasi sendiri sehingga tak ada yang bisa memeriksa dan memecatnya.

"Maka berjuanglah untuk tetap singlebar. Kalau kita bersatu, single bar, akan disegani oleh para penegak hukum lain dan masyarakat," katanya.

Realitasnya, terang dia, secara de facto sistem multibar ini juga menjadikan kualitas advokat menjadi buruk karena banyak OA menyerobot pendidikan khusus profesi advokat (PKPA) yang hanya menjadi kewenangan Peradi. Mereka menyelenggarakan PKPA secara serampangan. "Kami hadir untuk bisa melahirkan advokat berkualitas, profesional, dan berintegritas."

Sementara itu, Ketua Bidang PKPA Sertifikasi, dan Kerja Sama Universitas DPN Peradi, Firmanto Laksana Pangaribuan, menegaskan hanya Peradi yang diberikan kewenangan oleh negara untuk menyelenggarakan PKPA. 

"Makanya kalau teman-teman lihat logo Peradi, ada delapan garis, salah satunya adalah pendidikan," ucap Firmanto di sela acara penutupan PKPA Angkatan VIII yang digelar DPC Peradi Jakarta Barat bersama UPN Veteran Jakarta dan Ikadin, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Dekan Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta Suherman, menyatakan, pihaknya juga akan berjuang agar implementasi sistem OA ini benar-benar single bar sesuai UU Advokat Nomor 18 Tahun 2003.

"Karena memang di beberapa negara, seperti Singapura, Malaysia, Korea itu mereka single bar, tidak multi bar. Sehingga mereka sangat menjaga kualitas para penegah hukumnya," kata dia.

Adapun Ketua Panitia PKPA Angkatan VIII Genesius Anugerah, menyampaikan, PKPA tersebut diikuti 164 peserta dan semuanya dinyatakan lulus karena memenuhi persyaratan. 

Menurut Ketua Umum (Ketum) DPP Ikadin, Adardam Achyar, advokat memiliki imunitas jika melaksanakan tugasnya sesuai UU dan didasari itikad baik. "Siapa yang berwenang menentukan apakah perbuatan atau perilaku advokat melanggar etik ataupun tidak, hanya Majelis Dewan Kehormatan DPN Peradi," tandasnya. (P-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |