TransJakarta.(MI/Usman Iskandar)
                            ANGGOTA Komisi B DPRD DKI Jakarta M. Taufik Zoelkifli mengaku terdapat rencana pengurangan anggaran subsidi transportasi atau public service obligation (PSO) dalam penyusunan rancangan APBD (RAPBD) tahun 2026.
Ia mengatakan, pengurangan nominal subsidi imbas pemangkasan dana transfer dari pemerintah hingga Rp15 triliun.
"Komisi B, di mana mitranya adalah transportasi yang mendapatkan PSO ya ada Trans-Jakarta, MRT, dan LRT. Ya, kita akhirnya memang memotong ya, jadi dikurangin anggaran untuk subsidi ke transportasi umum," kata Taufik di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (4/11).
Kendati demikian, Politikus PKS itu belum bisa memastikan berapa penurunan anggaran subsidi transportasi untuk Trans-Jakarta, MRT Jakarta dan LRT Jakarta pada tahun depan.
"Kita potong untuk kegiatan yang lain, misalnya ketahanan pangan, kemudian kepada UMKM, dan lain-lain," ujar Taufik.
Meski ada pengurangan subsidi, Taufik menegaskan DPRD dan Pemprov DKI belum memastikan apakah tarif subsidi Trans-Jakarta akan resmi dinaikkan pada tahun depan.
"Jadi, memang ada pengurangan subsidi, kita geser-geser, tapi tarif Trans-Jakarta belum naik. Nanti mungkin di tahun depan baru kita nunggu gubernur kapan saat yang tepat untuk menaikkan. Kalau kajiannya sudah lengkap, baru kita naikkan," jelasnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo membeberkan nilai keekonomian tarif layanan Trans-Jakarta jika tak disubsidi oleh Pemprov DKI. Diketahui, tarif Transjakarta yang dibayarkan tiap penumpang sebesar Rp3.500 sekali perjalanan.
Sementara, Pemprov DKI mengalokasikan anggaran subsidi transportasi atau public service obligation (PSO) sebesar Rp9.700 per tiket.
"Subsidinya Rp9.700. Lalu ditambah Rp3.500 tarifnya (yang dibayar penumpang). Jadi, nilai keekonomiannya Rp13.000," kata Syafrin.
Selama ini, total biaya operasional yang dapat ditutup dari pendapatan tarif layanan Trans-Jakarta hanya 14%. Sehingga, beban subsidi Trans-Jakarta yang ditanggung APBD sebesar 86%.
Angka ini semakin menurun dari tahun-tahun sebelumnya. Di mana, cost recovery layanan Trans-Jakarta masih bisa meng-cover 34-35% beban operasional.
Karena itu, Syafrin mengakui kenaikan tarif makin dibutuhkan karena beban subsidi transportasi yang digelontorkan dari APBD semakin besar. Ditambah, saat ini Jakarta terdampak pemangkasan dana transfer ke daerah (TK) yang mencakup dana bagi hasil (DBH) hingga Rp15 triliun.
"Sekarang kita terkoreksi dengan pemotongan DBH, sehingga ini berpengaruh terhadap kapasitas fisikal Jakarta. Ini tentu yang harus dipahami masyarakat," jelas Syafrin. (Far/P-3)


















































