7 Pencipta Lagu Resmi Uji Materiil Tentang Royalti, Soroti Rangkap Jabatan Pejabat Kementerian di LMKN

6 hours ago 1
7 Pencipta Lagu Resmi Uji Materiil Tentang Royalti, Soroti Rangkap Jabatan Pejabat Kementerian di LMKN Ilustrasi(Dok ist)

TUJUH pencipta lagu telah resmi mendaftarkan uji materiil (judicial review) ke Mahkamah Agung (MA) terhadap Peraturan Pemerintah (PP) No. 56 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengelolaan Royalti Lagu dan/atau Musik serta Peraturan Menteri Hukum (Permenkum) No. 27 Tahun 2025 sebagai aturan pelaksanaannya. Permohonan itu telah terdaftar secara resmi dengan nomor register 5874-HUM-2510291110. 

Ketujuh pemohon yang mewakili pencipta lagu adalah Ali Akbar, Eko Saky, Vien Adiyanti, Rento Saky, Ugie Uturia, Arie Zain, dan Enteng Tanamal, yang juga menjabat sebagai Ketua Pembina LMK (Lembaga Manajemen Kolektif) KCI (Karya Cipta Indonesia).

Langkah hukum ini ditempuh karena kedua regulasi tersebut dinilai mereka bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, khususnya terkait keberadaan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang dianggap tidak memiliki dasar hukum dan telah keluar dari tujuan pembentukan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

Menurut para pemohon, LMKN saat ini justru telah menimbulkan kekacauan dalam pengelolaan royalti yang seharusnya dikelola dari, oleh, dan untuk pencipta lagu, bukan oleh lembaga yang berada di luar kendali para pemilik hak cipta. 

Salah satu pemohon, Eko Saky, pencipta lagu legendaris Jatuh Bangun, menegaskan sejak awal pembentukan LMKN sudah tidak sesuai dengan amanat UU No. 28 Tahun 2014. 

“LMKN sejak awal sudah tidak sesuai dengan UU Hak Cipta. Maka tidak heran jika dalam perjalanannya, lembaga ini justru menimbulkan banyak persoalan dan keresahan di kalangan pencipta lagu,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Media Indonesia, Senin, (3/11).

Eko juga menyebut Kementerian Hukum telah melakukan penunjukan komisioner LMKN periode baru secara tertutup dan mendadak, bahkan dalam waktu kurang dari satu hari. 

“Menteri menunjuk langsung komisioner tanpa proses yang terbuka. Lebih parah lagi, beberapa nama ternyata adalah staf khusus menteri yang kini merangkap jabatan sebagai komisioner LMKN,” lanjut Eko.

Selain itu, Eko Saky merasa gerah dengan adanya tindakan oknum pejabat yang melakukan tekanan kepada LMK.

“Dengan tegas, saya mempertanyakan kehadiran sejumlah nama yang bukan dari pencita lagu atau pemusik bisa ditunjuk menjadi komisioner LMKN? Seharusnya pemerintah hadir sebagai regulator dan pengawas, bukansekaligus menjadi pelaku. Bagaimana mungkin regulator mengawasi dirinya sendiri? Ini jelas menyalahi prinsipcheck and balance,” kata Eko.

Para pemohon juga menyoroti langkah LMKN yang mengeluarkan Surat Edaran No. SE.06.LMKN.VIII-2025, yang isinya mencabut kewenangan LMK untuk menarik dan menghimpun royalti. Menurutnya, kebijakan ini sangat fatal dan berdampak luas pada seluruh ekosistem musik nasional.

Kritik serupa datang dari musisi Ari Bias. Menurut Ari, dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, kewenangan menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti diberikan secara tegas kepada Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

Akan tetapi, melalui PP Nomor 56 Tahun 2021, LMKN justru ditempatkan pada posisi yang mengambil alih sebagian besar fungsi dan kewenangan LMK, sehingga menimbulkan ketidaksesuaian antara norma undang-undangdan pelaksanaannya.

“Saya mendukung langkah rekan-rekan pencipta untuk mengajukan uji materi ke MA demi meluruskan amanat UU Hak Cipta,” kata Ari Bias.(H-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |