400 Siswa SMP di Buleleng Belum Bisa Membaca, Komisi X DPR Minta Intervensi Cepat

1 week ago 14
400 Siswa SMP di Buleleng Belum Bisa Membaca, Komisi X DPR Minta Intervensi Cepat Ilustrasi(freepik.com)

KETUA Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menyampaikan keprihatinan mendalam atas temuan Dewan Pendidikan Kabupaten Buleleng, Bali. Diketahui, lebih dari 400 siswa tingkat SMP belum mampu membaca dan mengeja.

Menurut Hetifah, kondisi tersebut adalah tanda peringatan serius bagi seluruh pemangku kepentingan pendidikan. Ia pun menegaskan perlunya intervensi cepat serta strategi pembelajaran yang lebih berpihak pada kebutuhan siswa.
 
“Kita tidak bisa membiarkan satu anak pun kehilangan hak dasarnya untuk bisa membaca. Literasi adalah fondasi segala proses belajar. Ketika 400 anak tidak bisa membaca di jenjang SMP, berarti ada mata rantai yang terputus dalam sistem pendidikan kita yang harus segera kita perbaiki,” tegas Hetifah dalam keterangan resmi, Kamis (10/4).
 
Hetifah menekankan bahwa kondisi di Buleleng adalah peringatan keras bagi daerah lain di seluruh Indonesia. Ia meyakini bahwa situasi serupa bisa saja terjadi di wilayah lain, namun belum terpetakan secara sistematis akibat minimnya pelaporan dan asesmen literasi yang menyeluruh.
 
Menurut Hetifah, pemerintah daerah bersama kementerian terkait harus segera memperbarui data kemampuan literasi siswa secara nasional, termasuk mencakup madrasah dan pendidikan non-formal.

“Kita perlu pendekatan yang lebih personal, pembelajaran berdiferensiasi, dan intervensi dini yang melibatkan guru, psikolog pendidikan, serta pendamping khusus, terutama jika ditemukan kasus seperti disleksia,” katanya.

“Di saat yang sama, regulasi soal kewajiban naik kelas juga perlu dikaji ulang, agar tidak menutupi fakta bahwa ada anak-anak yang masih belum menguasai kompetensi dasar,” imbuhnya.

Politisi Partai Golkar itu menegaskan komitmennya untuk terus mendorong kolaborasi lintas sektor dan mendukung kebijakan percepatan literasi yang menjangkau langsung ke sekolah-sekolah dengan kebutuhan khusus. Ia berharap kasus di Buleleng menjadi momentum refleksi nasional untuk membenahi pendidikan dasar secara menyeluruh dan berkeadilan.
 
“Ini bukan hanya tentang Buleleng. Ini tentang wajah masa depan pendidikan Indonesia. Kita perlu bergerak cepat dan bersama. Komisi X DPR RI siap mendorong sinergi antar lembaga dan mengawalnya secara serius,” tutup Hetifah.

Dilansir dari Antara, Dewan Pendidikan Buleleng menyebutkan ratusan siswa pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) di daerah tersebut tidak bisa membaca disebabkan karena berbagai macam faktor.

"Jumlahnya bervariasi di tiap sekolah mulai dari beberapa siswa saja hingga puluhan siswa. Sekolahnya tersebar hampir di seluruh SMP di sembilan kecamatan yang ada," kata Ketua Dewan Pendidikan Buleleng I Made Sedana di Kota Singaraja, pekan lalu.

Ia mengatakan data yang berhasil dihimpun Dewan Pendidikan bersama dengan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) setempat bahwa hampir sekitar 400 orang anak lebih masih bermasalah pada bidang membaca dan mengeja. Bahkan banyak di antara mereka tidak bisa membaca sama sekali.

Data tersebut menurutnya berasal dari informasi yang diberikan oleh kepala sekolah kepada Disdikpora Buleleng. Data tersebut bahkan masih bisa bertambah karena data yang masuk hanya pada sekolah di bawah dinas semata, belum data dari madrasah.

Sedana menilai terdapat permasalahan yang cukup krusial pada proses pembelajaran anak di sekolah. Permasalahan bisa saja disebabkan karena sempat terjadi penurunan kualitas pembelajaran pada masa covid-19, terutama pada jenjang Sekolah Dasar (SD), serta berbagai faktor lain.

"Kami di Dewan Pendidikan menilai bahwa masalah ini adalah krusial dan perlu harus ditangani sesegera mungkin. Jangan sampai dibiarkan. Harus ada upaya preventif pula pada pendidikan tingkat dasar," ujar dia.

Sedana yang juga akademisi Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja juga menilai faktor regulative. Dalam hal ini jenjang sekolah dasar tidak bisa lagi menerapkan tinggal kelas (anak wajib naik kelas) juga jadi faktor penyebab.

"Memang aturannya jelas tidak boleh lagi anak tinggal kelas. Jadi, sampai SMP tetap tidak bisa membaca dan mengeja. Tetapi, jangan hal tersebut dijadikan alasan untuk tidak menuntaskan permasalahan anak yang belum lancar membaca dan mengeja," papar dia.

Faktor disleksia juga menjadi salah satu penyebab banyak siswa di kabupaten ujung utara Pulau Dewata tersebut yang tidak bisa lancar membaca dan mengeja.

Disleksia adalah kondisi ketika seseorang mengalami kesulitan belajar yang menyebabkan masalah pada proses menulis, mengeja, berbicara, dan membaca disebabkan karena kelainan tertentu.

"Kami sudah lapor dengan kepala daerah dan akan bekerja sama dengan berbagai pihak jika memang masalahnya adalah faktor khusus. Salah satunya akibat disleksia," kata dia. (H-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |