
MANTAN Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk-yeol akan menghadapi persidangan pidana pertamanya, Senin (14/4/2025), atas tuduhan memimpin pemberontakan. Ia menjadi mantan presiden kelima di Korsel yang diadili secara pidana.
Persidangan tersebut digelar 10 hari setelah ia dicopot dari jabatannya atas pemberlakuan darurat militer di bulan Desember lalu. Jika terbukti bersalah, Yoon bisa menghadapi hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati.
Seperti dilaporkan Yonhap News yang dikutip Anadolu Agency, Minggu (13/4/2025), Pengadilan Distrik Pusat Seoul akan membuka persidangan Yoon pada Pukul 10.00 pagi waktu setempat (0100GMT). Media tidak akan diizinkan mengambil foto di dalam ruang sidang sebelum dimulainya persidangan.
Pengadilan Distrik Pusat Seoul dilaporkan telah menyiapkan langkah-langkah terkait keamanan dan potensi demonstrasi di dekat gedung pengadilan. Yoon akan diizinkan memasuki pengadilan melalui tempat parkir di basement.
Setelah proses formal, Yoon harus menyebutkan nama, tanggal lahir, pekerjaan, dan tempat tinggalnya. Jaksa penuntut umum kemudian membacakan dakwaan. Ia diperkirakan akan menyangkal dakwaan yang dikenakan kepadanya.
Komandan Grup Keamanan Pertama Komando Pertahanan Ibu Kota, Cho Sung-hyun, dan kepala Batalyon Pasukan Khusus Pertama Komando Perang Khusus, Kim Hyung-ki, akan hadir sebagai saksi.
Sebelumnya, Cho telah bersaksi di Mahkamah Konstitusi dalam persidangan pemakzulan Yoon. Cho mengaku diperintah oleh Komandan Pertahanan Ibu Kota saat itu Lee Jin-woo untuk mengirim pasukan guna 'menyeret' anggota parlemen dari Majelis Nasional setelah Yoon mengumumkan darurat militer pada 3 Desember. Kim diyakini juga menerima perintah serupa dari atasannya pada malam yang sama.
Pada Sabtu (5/4) lalu, pendukung Yoon berkumpul untuk memprotes putusan Mahkamah Konstitusi yang memberhentikan Yoon dari jabatan kepala negara. Mereka juga mendesak agar Yoon dapat segera kembali menjabat, serta menyebut pihak oposisi sebagai kartel anti-negara yang harus diberantas.
Ribuan kelompok konservatif menggelar unjuk rasa di kawasan Gwanghwamun, pusat kota Seoul, meskipun hujan, sehari setelah pengadilan
tertinggi mencabut kekuasaan Yoon, dengan putusan bahwa ia melanggar konstitusi karena mendeklarasikan darurat militer pada Desember.
Para pengunjuk rasa meneriakkan slogan seperti "Pemakzulan adalah penipuan dan tidak sah" serta "Bubarkan Mahkamah Konstitusi" sembari mengecam keras terhadap para hakim dalam persidangan pemakzulan.
Selain itu, mereka mendesak Yoon untuk kembali menjabat dengan menyerukan pemberantasan kekuatan anti-negara serta penggunaan hak untuk melawan. (Ant/I-1)