
UPAYA PT Timah (Persero) Tbk mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) ke Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai kontraproduktif alias bertentangan dengan tujuan regulasi itu sendiri.
Pakar Hukum Pidana Romli Atmasasmita mengatakan, uji materi atas UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), khususnya Pasal 18 ayat (1) huruf b, tidak rasio legis atau pemikiran hukum yang tidak didasarkan pada akal sehat. Maka dari itu, ia menilai gugatan uji materi itu tidak dapat dipertimbangakan dan dipertanggungjawabkan. Dia berharap uji materi Pasal 18 ayat (1) huruf b tidak dikabulkan Mahkamah Konstitusi.
“Kalau diubah jadi kontraproduktif menurut saya, kalau itu disetujui MK kerugian negara itu bisa banyak sekali. Itu menurut saya tidak rasio legis, tidak bisa dipertimbamgakan, kurang dapat bisa dipertanggungjawabkan,” ujar Romli kepada wartawan, Jumat (14/3).
Menurut Romli, tidak masuk akal bila ketentuan mengenai pidana uang pengganti disesuaikan dengan nilai kerugian negara akibat korupsi.
“Jadi permohonan uji materi ke MK itu bertentangan dengan pasal berapa kok nilainya yang dipersoalkan, kalau soal nilai diubah menjadi katanya harus sebanyak-banyaknya kerugian negara, mati kita,” beber dia.
Ia mencontohkan, perkara dugaan tindak korupsi komoditas timah yang melibatkan pengusaha Harvey Moeis dan sembilan terdakwa lainnya. Jika uji materi dikabulkan, maka para terdakwa bakal dibebankan uang pengganti hingga ratusan triliun rupiah.
“Ini contoh kerugian lingkungan lingkungan hidup kemarin Rp217 triliun, kalau di permohonannya itu terdakwa bayar Rp217 triliun, itu dari mana?" ucap Romli.
Romli memastikan, UU Tipikor yang masih berlaku di Indonesia yaitu UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 sudah jelas dan tidak perlu diubah. Adapun, pasal yang digugat yaitu Pasal 18 ayat (1) huruf b yang menjelaskan bahwa pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
“Sudah cukup jelas, sebanyak-banyaknya harta kekayaan, kan begitu. Sebaiknya harta kekayaan uang pengganti tuh yang diperoleh dari kejahatan, itu relatif. Kalau sebanyak-banyak kerugian negara, mati lah,” tuturnya.
“Kerugian negara kayak PT Timah katanya kerugian lingkungannya sampai Rp217 triliun, modar,” lanjut Romli. (M-3)