
ANGGOTA Komisi VII DPR RI dari Fraksi Gerindra Bambang Haryo Soekartono mengapresiasi langkah pemerintah yang memutuskan untuk memperpanjang program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) bagi tujuh industri yakni pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca, dan sarung tangan karet.
Namun, ia mempertanyakan kepastian penerapan ini ke sektor industri. Hal ini berkaitan dengan adanya suara dari beberapa industri yang menyatakan untuk penagihan gas industri mereka sampai saat ini masih dikenakan harga normal.
"Harga energi, patut saya garisbawahi, sangat berpengaruh pada output bidang usaha industri tersebut. Saya harapkan perlu segera penerapan HGBT tersebut kepada pihak dunia industri yang seharusnya menerima itu,” ungkapnya dilansir dari keterangan resmi, Jumat (21/2).
"Perlu dipahami dengan harga gas murah akan membawa potensi pengembangan industri secara luas. Harga energi murah, produk akan murah, masyarakat akan memiliki daya beli, ujungnya bisa menggerakkan perekonomian, apalagi sektor industri pupuk yang 75% biayanya dari gas," ujar Bambang.
Bambang menekankan Indonesia merupakan negara penghasil gas bumi terbesar ke-14 dunia dan bahkan ditemukan sumur gas alam baru di Aceh yang jauh lebih besar daripada kandungan gas di Arab Saudi.
"Indonesia merupakan negara pengekspor gas alam dan LPG, sudah seharusnya harga gasnya bisa lebih murah dari negara-negara di Asia Tenggara," kata dia.
"Misalnya, saat ini harga gas di Malaysia untuk industri hanya US$6,8 per MMBtu dan Thailand US$8,2 per MMBtu, itu untuk semua industri. Di Indonesia, industri yang tidak mendapatkan HGBT, harganya bisa mencapai US$12 per MMBtu. Ini perbedaannya sangat jauh," tambahnya.
Menurutnya, jika produk hasil industri Indonesia ingin murah dan bersaing dengan negara-negara tetangga tersebut, diharapkan pemerintah harus bisa menyediakan harga gas murah untuk semua industri, bukan hanya pada tujuh sektor industri seperti berlaku saat ini.
"Pelaku industri dalam negeri dan luar negeri yang diharapkan bisa masuk ke dalam negeri butuh kepastian berinvestasi. Dengan adanya fasilitas LNG yang murah menjadi salah satu persyaratan untuk pelaku industri asing berkeinginan masuk Indonesia. Ini yang harus dilakukan dengan menerapkan energi murah," kata Bambang.
Ia kembali mengingatkan penyelenggara yang ditunjuk pemerintah untuk menyediakan infrastruktur energi tidak boleh mengambil keuntungan terlalu besar. Sebab, sampai kini harga energi dengan pembebanan tarif infrastruktur toll fee (perpipaan) masih besar dengan rata rata di atas US$2-3.
Padahal, di beberapa negara, toll fee pembebanannya pada harga energi tidak lebih dari setengah dolar AS per MMBtu. Apalagi, pemerintah sering membantu anggaran untuk realisasi jaringan pipa gas di Indonesia.
"Saya mengharapkan pemerintah melakukan kajian pada harga energi yakni mengedepankan perluasan kebijakan gas harga murah pada semua industri, terutama industri berkaitan dengan pangan dan sandang, dan segera menerapkan HGBT pasda tujuh sektor industri, sesuai instruksi Presiden bahwa pembangunan harus berbasis kesejahteraan masyarakat," tutupnya. (H-2)