Simpati Presiden ke Keluarga Koruptor Salah Alamat

1 week ago 13
Simpati Presiden ke Keluarga Koruptor Salah Alamat Ilustrasi.(MI)

PERNYATAAN Presiden Prabowo yang memberikan simpati kepada keluarga koruptor dinilai salah alamat. Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti pernyataan yang disampaikan Presiden saat diwawancarai enam jurnalis senior pada Minggu (6/4) lalu justru menunjukkan bentuk pemakluman atas tindak pidana korupsi (tipikor) dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Peneliti ICW Yassar Aulia menyoroti, respon Presiden atas wacana pemiskinan koruptor dan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset merupakan bentuk ketidaktegasan dalam pemberantasan korupsi. Padahal, memiskinkan koruptor adaah upaya efek jera yang sudah digagas lebih dari satu dekade lalu.

Berdasarkan kajian ICW, keluarga koruptor sering kali terlibat secara langsung sebagai pihak yang juga melakukan korupsi maupun tidak langsung sebagai pihak yang penampung atau penikmat hasil korupsi. Salah satu modus yang dilakukan, kata Yassar, adalah dengan melakukan pencucian uang untuk mengaburkan asal-usul hasil korupsi.

"Oleh karena itu, simpati yang disampaikan oleh Prabowo patut dipandang sebagai pernyataan kepala negara yang abai terhadap kondisi faktual dan aktual dari perkembangan kejahatan korupsi di Indonesia," ujarnya lewat keterangan tertulis, Jumat (11/4).

Alih-alih ke keluarga korban, ICW berpendapat simpati itu semestinya diarahkan Presiden Prabowo terhadap masyarakat yang selama ini menjadi korban atas praktik korupsi.

"Ketidakadilan justru banyak dirasakan oleh korban korupsi ketimbang oleh koruptor dan keluarganya," kata Yassar.

Selama ini, Yassar menilai pengenaan Undang-Undang Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juga tidak maksimal digunakan oleh penegak hukum. Berdasarkan catatan ICW terhadap kasus korupsi yang melibatkan keluarga, dari 46 kasus yang diproses, penegak hukum hanya mengenakan UU TPPU terhadap 8% atau 4 kasus. 

Sementara, data vonis kasus tipikor yang dihimpun ICW selama 2019 sampai 2023 menunjukkan rata-rata pengembalian uang pengganti oleh koruptor ke kas negara hanya 13% dari total kerugian negara akibat korupsi yang mencapai Rp234,8 triliun. 

Dengan demikian, Yassar menyebut bahwa pemerintah telah gagal dalam mengembalikan uang negara yang dicuri oleh koruptor. Padahal, pembahasan penegakan hukum korupsi semestinya naik kelas dan tidak hanya pada pengembalian kerugian negara, tapi juga pemulihan kerugian korban korupsi. 

"Dari pernyataan Prabowo yang keliru terkait pemaafan terhadap keluarga koruptor, maka ICW mendesak agar Presiden Prabowo segera mempercepat proses RUU Perampasan Aset. Hal ini untuk memberikan kejelasan sikap dan tindakan Prabowo terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," papar Yassar. (Tri/P-3)
 

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |