Seminar Nasional Kajian Ilmu Kepolisian, Guru Besar FH Universitas Bhayangkara Soroti RKUHAP Versi Terbaru

2 weeks ago 10
Seminar Nasional Kajian Ilmu Kepolisian, Guru Besar FH Universitas Bhayangkara Soroti RKUHAP Versi Terbaru Ilustrasi(MI/HERY SUSETYO)

SEMINAR Nasional “Pembaharuan Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan Masa Depan Penegakan Hukum di Indonesia“ digelar di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Senin (21/4). 

Seminar menghadirkan Guru Besar FH Universitas Bhayangkara Prof Sadjijono, Dr Radian Salman, Dr Prawitra Thalib serta Direktur LKBH Umsida Rifqi Ridlo Phahlevi. Seminar menyoroti Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) versi terbaru.  

Dalam paparannya Prof Sadjijono menyampaikan hasil kajian terhadap tiga versi RKUHAP, yakni versi 2023, versi Februari 2025, dan versi terakhir pada 3 Maret 2025. Dia menyatakan telah terjadi perubahan signifikan dari satu versi ke versi lainnya. 

Salah satu yang menjadi sorotan utamanya adalah peran kejaksaan yang sebelumnya dianggap dominan dalam perkara pidana (Dominus Litis). Namun dalam rancangan baru, peran penguasa perkara kejaksaan dihilangkan. 

“Dalam rancangan ini, tampak kesan bahwa kejaksaan sebelumnya menjadi penguasa perkara. Itu dihilangkan," kata Sadjijono. 

Selain itu Sadjijono juga menyoroti aspek diferensiasi fungsional (pemisahan tugas dan fungsi), yang dianggap belum terefleksikan dalam RKUHAP tahun 2023. Salah satu sorotnya adalah penghapusan praperadilan dalam versi itu. 

"Tidak lagi menguji sah atau tidaknya tindakan penyidik atau penuntut umum (praperadilan). Tapi ada pemeriksaan pendahuluan,” kata Sadjijono. 

Namun dalam perubahan terbaru per 3 Maret 2025, dalam versi ini, praperadilan telah dikembalikan, meskipun dengan catatan substansi yang masih menimbulkan perdebatan. Sadjijono menambahkan, kelemahan dalam versi terbaru terletak pada ketentuan terhadap putusan praperadilan mengenai upaya paksa, tidak dapat lagi diajukan banding. Sementara itu, untuk perkara penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan, masih dimungkinkan adanya upaya banding. 

“Ini perlu menjadi perhatian. Ada ketimpangan dalam perlakuan hukum terhadap jenis putusan praperadilan,” tegas Sadjijono. 

Sadjijono juga memberikan imbauan tegas terkait pentingnya pengawasan dalam implementasi RKUHAP apabila nantinya disahkan menjadi Undang-Undang. Dia menekankan, penerapan konsep diferensiasi fungsional harus dikawal secara ketat oleh pengawas independen untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang oleh aparat penegak hukum. Mengingat, rencana RKUHAP akan dipergunakan pada 1 Januari 2026. 

“Saya khawatir akan munculnya abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan) oleh aparat penegak hukum, khususnya pihak kejaksaan. Maka dari itu perlu ada pengawasan yang sungguh-sungguh terhadap implementasi RKUHAP,” pungkasnya. (H-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |