
FILM "Rahasia Para Penguin," sebuah dokumenter tiga bagian yang diproduseri eksekutif James Cameron, dijadwalkan rilis akhir pekan ini. Menurut sang pembuat film legendaris, dokumenter ini membawa pengamatan terhadap burung-burung karismatik tersebut "ke tingkat yang berbeda."
Dokumenter yang diproduksi National Geographic ini dipandu pembuat film satwa liar Bertie Gregory dan dinarasikan Blake Lively.
Seri ini menyajikan sejumlah momen yang belum pernah dilihat sebelumnya, termasuk cuplikan viral yang menunjukkan anak-anak penguin kaisar (Aptenodytes forsteri) melompat dari tebing setinggi 15 meter ke Samudra Selatan.
"Saya rasa mereka sebenarnya tidak ingin melakukan itu, tapi memang begitu akhirnya," kata Cameron. "Mereka mungkin salah belok di sepanjang pantai dan akhirnya harus terjun bebas untuk berenang pertama kalinya."
Pengambilan gambar untuk dokumenter ini merupakan proyek besar berskala global yang melibatkan lebih dari 70 ilmuwan dan pembuat film selama perjalanan dua tahun. Perhentiannya mencakup pantai Cape Town di Afrika Selatan, Kepulauan Galápagos, gua-gua padang pasir Namibia, hingga 274 hari di Rak Es Ekström yang dingin membeku di Antarktika, rumah bagi koloni 20.000 penguin kaisar.
Yang membuat Cameron tertarik bukan hanya ketangguhan luar biasa para penguin, tetapi juga kecerdikan sosial yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup di habitat yang ekstrem. Perilaku baru lain yang berhasil didokumentasikan dalam seri ini menunjukkan sepasang penguin kaisar memindahkan bongkahan es seukuran telur di antara mereka — semacam latihan untuk menjaga telur yang sesungguhnya.
"Mereka mungkin tidak mendapatkan telur musim itu atau telur mereka mati, jadi mereka melakukan perilaku latihan untuk meningkatkan peluang mereka," jelas Cameron. "Apakah kita sedang menyaksikan strategi yang telah terbukti berhasil selama jutaan tahun, agar mereka bisa beradaptasi di atas es?"
Namun, ketangguhan para burung pantai tak bisa terbang ini kini diuji hingga batasnya. Lebih dari setengah dari 18 spesies penguin saat ini terancam punah atau rentan. Situasi paling parah terjadi di Antarktika, di mana perubahan iklim yang cepat melelehkan es laut tempat tinggal penguin kaisar dan penguin Adélie (Pygoscelis adeliae), ditambah wabah flu burung H5N1 yang menghabisi kawanan mereka.
Ini menempatkan para penguin — meskipun tampaknya jauh dari peradaban — di garis depan dua ancaman eksistensial global. Jika tren saat ini terus berlanjut, hingga 70% koloni penguin kaisar bisa lenyap pada tahun 2050, dan spesiesnya bisa punah pada tahun 2100. Ini membuat dokumentasi seperti ini menjadi sangat penting sekarang.
"Kita tidak bisa mempelajari penguin tanpa berhadapan dengan isu perubahan iklim," kata Cameron. Namun, ia menambahkan, "kami berusaha untuk tidak terlalu bernada pesimistis seperti Cassandra."
Tujuan dari seri ini, kata Cameron, adalah untuk memberikan rasa takjub terhadap alam kepada generasi penonton yang baru.
"Dan jika kita bisa menghormati alam serta kebijaksanaannya dalam bagaimana hewan-hewan ini belajar beradaptasi dan bertahan hidup, mungkin itu bisa memengaruhi perilaku kita saat berada di titik kritis," ujarnya. "Saya ingin percaya seperti itu."
Lalu, soal kecintaan terhadap alam, penguin mana yang paling disukai Cameron?
"Rockhopper itu keren dengan gaya rambutnya yang luar biasa, tapi saya menyukai penguin kaisar karena saya sudah menyaksikan mereka secara langsung," katanya. "Saya pernah berada di bawah air bersama mereka, melihat mereka meluncur cepat, melihat mereka saling merapat saat suhu minus 40 derajat Celsius. Sepertinya saya lebih tertarik pada yang sudah saya kenal." (Live Science/Z-2)