Putusan PK Alex Denni Jadi Momentum Koreksi Total Sistem Peradilan

9 hours ago 2
Putusan PK Alex Denni Jadi Momentum Koreksi Total Sistem Peradilan Ketua PBHI Julius Ibrani (kiri) dan mantan Deputi Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) Alex Denni.(Dok.Istimewa)

PUTUSAN Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Alex Denni menjadi angin segar bagi terciptanya sistem peradilan yang lebih baik. Dengan putusan tersebut, Deputi Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) periode 2021-2023 ini akhirnya memperoleh keadilan setelah menjadi korban dugaan rekayasa hukum dan kriminalisasi selama hampir dua dekade.

Berdasarkan informasi dari laman resmi Mahkamah Agung Republik Indonesia, perkara PK dengan nomor perkara 1091 PK/Pid.Sus/2025 tersebut telah diputus pada 23 April 2025 lalu. Bertindak sebagai Ketua Majelis Hakim adalah Hakim Agung Dwiarso Budi Santiarto dengan dua Hakim Anggota yakni Hakim Agung Agustinus Purnomo Hadi dan Hakim Agung Jupriyadi.

“Amar putusan PK=Kabul, Batal JJ, Adili Kembali, Bebas/Vrijspraak,” demikian keterangan yang tertera di laman resmi informasi perkara MA seperti dikutip Jumat (16/5).

Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani mengatakan, pada intinya, amar putusan tersebut menjelaskan bahwa Majelis Hakim mengabulkan permohonan PK yang diajukan oleh Alex Denni dan membatalkan putusan Mahkamah Agung Nomor 163 K/Pid.Sus/2013 tanggal 26 Juni 2013 jo.

Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 166/Pid/2008/PT.BDG tanggal 20 Juni 2008 jo. Putusan Pengadilan TIndak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung Nomor 1460/PID/B/2006/PN.Bdg tanggal 29 Oktober 2007.

Selain itu, Majelis Hakim di Tingkat PK juga mengadili kembali perkara tersebut dengan putusan bebas. Artinya, Alex Denni dinyatakan tidak terbukti bersalah sehingga Majelis Hakim membebaskannya dari dakwaan. "Berdasarkan informasi di laman Mahkamah Agung, status perkara sudah diputus dan saat ini sedang dalam proses minutasi," ujar Julius dalam
keterangannya kepada media massa di Jakarta, Jumat (16/5).

Rekayasa hukum
Menurut Julius, dikabulkannya permohonan PK yang diajukan Alex Denni oleh Mahkamah Agung membuktikan bahwa selama ini rekayasa hukum pada perkara Alex Denni nyata adanya. Hal ini ditandai banyaknya kejanggalan yang terjadi dalam perkara Alex Denni, baik secara prosedural maupun substansial.

Secara prosedural, Julius mencontohkan, kejanggalan terletak pada putusan dan relaas yang tidak pernah disampaikan maupun komposisi majelis hakim yang melibatkan hakim militer.

Sementara itu, secara substantif, kejanggalan terlihat pada penerapan Pasal 55 KUHP terkait penyertaan namun hanya terhadap satu orang saja yang justru bukan penyelenggara negara. Berbagai kejanggalan ini menciptakan disparitas hukum yang dalam kebijakan MA dilarang.

Julius menambahkan, hasil eksaminasi PBHI dan 3 Ahli Pidana terhadap 9 putusan berhasil membongkar kebobrokan proses peradilan hingga rekayasa putusan pengadilan, dengan satu kesimpulan bahwa kasus Alex Denni murni kriminalisasi.

Momentum Koreksi Total
Putusan PK yang menyatakan Alex Denni bebas (Vrijspraak) dan tidak korupsi, beserta segala temuan PBHI atas kejanggalan prosedur dan substansinya, patut menjadi momentum perbaikan sistem peradilan di bawah Mahkamah Agung hingga di level kebijakan mitigasi disparitas putusan.

"Putusan PK ini menandakan bahwa perjuangan telah membuahkan hasil. Alex Denni hanyalah satu dari jutaan korban peradilan sesat. Putusan ini sekaligus menandakan bahwa masih ada harapan bagi tegaknya keadilan di Indonesia meski kadang kala harus melibatkan partisipasi dan atensi publik," ujar Julius.

Harapan senada juga diungkapkan Alex Denni. Bagi Alex, keadilan bukan satu-satunya tujuan dalam pengajuan permohonan PK. Menurut Alex, yang tak kalah penting dari pengajuan permohonan PK ini adalah terciptanya koreksi total dan perbaikan dalam sistem peradilan di Indonesia.

“Saya berharap, putusan PK ini bisa menjadi momentum bagi penegakan hukum yang lebih adil, lebih transparan, dan mekanisme pengawasan yang lebih baik supaya tidak ada lagi putusan hukum yang mengarah pada kriminalisasi. Penegakan hukum yang adil untuk seluruh golongan masyarakat akan memastikan Indonesia tetap bersatu dan menciptakan optimisme bagi setiap warga negara untuk berjuang bagi kemajuan dan Indonesia Emas yang kita impikan bersama,” pungkas Alex.

Pada 2007 silam, Alex bersama Direktur SDM dan Bisnis Pendukung (Niskung) PT Telkom Indonesia Tbk Agus Utoyo dan Asisten Kebijakan SDM pada Direktorat SDM Niskung Telkom Tengku Hedi Safinah diputus bersalah oleh Pengadilan Negeri Bandung atas tindak pidana korupsi pada proyek pengadaan jasa konsultan analisis jabatan atau Proyek DJM (Distinct Job Manual) di Telkom yang dilaksanakan pada 2003-2004.

Belakangan, Agus Utoyo dan Tengku Hedi Safinah selaku penyelenggara negara dibebaskan dari tuduhan korupsi sementara Alex sendiri yang merupakan pihak swasta dinyatakan bersalah. (E-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |