
PRO kontra di balik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan antara pemilihan umum (pemilu) nasional dan lokal perlu disudahi. Caranya, dengan segera membahas revisi Undang-Undang (UU) Pemilu dan Pilakda oleh partai politik lewat wakil mereka di DPR RI.
"Menurut saya, pintu yang mesti segera dibuka adalah proses pembahasan UU Pemilu," kata peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)
Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil kepada Media Indonesia, Senin (7/7).
Fadli mahfum dengan sikap sejumlah partai politik yang sudah secara terang-terangan menolak putusan MK mengenai pemisahan pemilu nasional dan lokal mulai 2029 itu. Namun ia juga mengingatkan bahwa putusan MK yang bersifat final dan mengikat harus tetap menjadi perhatian pembentuk UU.
"Agar negara hukum seperti amanat konstitusi tetap terjaga," terangnya.
Menurut Fadli, DPR dan pemerintah selaku pembentuk UU harus menjalankan putusan MK mengenai format keserentakan pemilu. Sebab, format pemisahan antara pemilu nasional dan lokal sudah secara jelas dan eksplisit disebutkan dalam amar putusan.
Pembentuk UU, lanjutnya, hanya dibebani oleh MK untuk memikirkan bagaimana transisi kepal daerah maupun anggota DPRD yang masa jabatannya habis pada 2029 mendatang, sementara pemilu lokalnya baru digelar pada maksimal 2031.
"Karena menurut MK, format keserentakan adalah isu konstitusional yang berdampak pada asas pemilu," jelas Fadli. (P-4)