Perjalanan Kasus Hasto sebelum Ditahan KPK, OTT hingga Ajukan Praperadilan Dua Kali

2 weeks ago 17
Perjalanan Kasus Hasto sebelum Ditahan KPK, OTT hingga Ajukan Praperadilan Dua Kali Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto (tengah) mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan Persada, Jakarta, Kamis (20/2/2025).(MI/Susanto)

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menahan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, Kamis (20/2). Hasto sebelumnya sudah ditetapkan tersangka perkara dugaan suap terhadap anggota Komisi Pemilihan Umum 2017-2022, Wahyu Setiawan pada 24 Desember 2024. Tidak hanya itu, KPK juga menetapkan Hasto sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan.

KPK rampung memeriksa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Kamis sore. Tersangka kasus dugaan suap pada proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR, dan perintangan penyidikan itu langsung ditahan.

Hasto keluar dari ruang pemeriksaan dengan rompi oranye khas tahanan KPK. Kedua tangan dia diborgol oleh penyidik.

Saat penetapan tersangka, Ketua KPK Setyo Budiyanto menjelaskan, Hasto Kristiyanto bersama orang terdekatnya memberi suap kepada Wahyu Setiawan guna memuluskan langkah Harun Masiku menjadi Anggota DPR RI.

Berikut perjalanan kasus Hasto Kristiyanto

OTT KPK

Kasusnya berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Januari 2020, terkait suap dalam pengurusan PAW anggota DPR dari PDIP. 

Pada saat itu, PDIP merekomendasikan Harun Masiku untuk menggantikan Nazarudin Keimas, yang meninggal dunia. Padahal, Riezky Aprilia, calon legislatif PDIP yang memperoleh suara terbanyak kedua setelah Nazarudin, seharusnya menjadi pengganti yang sah. 

KPK mendeteksi ada suap-menyuap dalam proses memuluskan Harun Masiku menjadi anggota DPR. KPK kemudian menetapkan empat tersangka, yakni Harun Masiku, anggota KPU RI Wahyu Setiawan, mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, dan politikus PDIP Saeful Bahri. Ketiganya langsung ditahan. Sedangkan Harun Masiku buron. 

Sehari sebelum OTT KPK, Harun Masiku diketahui baru kembali dari Singapura melalui Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Petugas sempat melacak keberadaan Harun Masiku di sekitar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, namun upaya penangkapannya terhambat oleh oknum polisi.

Harun Masiku diduga telah menyiapkan uang senilai Rp1,5 miliar untuk menyuap Wahyu Setiawan, agar proses PAW-nya berjalan lancar. Sebagian dari uang tersebut, sekitar Rp600 juta, diserahkan melalui perantara Saeful Bahri, yang juga merupakan bagian dari jaringan suap ini. Suap tersebut tidak hanya ditujukan untuk Wahyu Setiawan, tetapi juga untuk Agustiani.

Dalam proses hukum, Wahyu Setiawan sudah divonis enam tahun penjara, yang kemudian diperberat menjadi tujuh tahun oleh Mahkamah Agung pada tingkat kasasi. Saeful Bahri dijatuhi hukuman 20 bulan penjara, sedangkan Agustiani divonis 4,5 tahun penjara.

Harun Masiku Buron

KPK memasukkan Harun Masiku dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak akhir Januari 2024. Karena tak kunjung ditemukan, pada 5 Desember 2024, KPK kembali menerbitkan ulang surat DPO Harun Masiku.

Dalam surat DPO terbaru, KPK menampilkan empat foto baru Harun Masiku. Dalam keterangan tertulis biodatanya, lahir di Ujung Pandang 21 Maret 1971. Ciri-ciri Harun Masiku disebut tinggi badan 172 cm, rambut hitam, kulit sawo matang. Kemudian ciri-ciri khusus berkacamata, kurus, suara sengau dan logat Toraja/Bugis.

Keterlibatan Hasto

Dalam proses pemilihan legislatif, suara dari almarhum Nazarudin Kiemas mestinya diberikan kepada Riezky Aprilia. Hasto diduga berupaya agar suara itu diberikan ke Harun Masiku. Salah satunya dengan mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Agung pada 24 Juni 2019. "Namun setelah ada putusan dari Mahkamah Agung, KPU tidak mau melaksanakan putusan tersebut. Oleh sebab itu, Hasto meminta fatwa," kata Ketua KPK Setyo Budiyanto pada 24 Desember 2024.

Tak berhenti di situ, Hasto diduga secara paralel meminta Riezky mengundurkan diri untuk diganti Harun Masiku. Namun upaya tersebut ditolak Riezky Aprilia. 

Hasto juga disebut pernah memerintahkan Saeful Bahri untuk menemui Riezky Aprilia di Singapura dan meminta mundur. Namun, Riezky tetap menolak.

Belum berhasil memaksa Riezky, Hasto diduga bekerja sama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan Donny Tri Istiqomah untuk memberi suap ke Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan dan Agustinus Tio F.

Dari pengembangan penyidikan, ditemukan bukti petunjuk bahwa sebagian uang yang digunakan untuk menyuap Wahyu berasal dari Hasto Kristiyanto. Hasto disebut mengatur perencanaan hingga penyerahan uang kepada Wahyu dengan mengendalikan Saeful dan Donny Tri Istiqomah

Hasto bersama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan Donny Tri Istiqomah diduga menyuap Wahyu Setiawan dan Agustina Tio Fridelina sebesar 19.000 Dollar Singapura dan 38.350 Dollar Singapura pada periode 16 Desember 2019 sampai dengan 23 Desember 2019 agar Harun Masiku ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Dapil I Sumsel.

Manuver Hasto

Sejak ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait Harun Masiku dan perintangan penyidikan, Hasto melakukan berbagai upaya hukum untuk membatalkan status tersangkanya. 

Hasto mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas penetapan tersangka oleh KPK pada 10 Januari 2025 Namun pada 13 Februari 2025, Hakim tunggal Djuyamto tidak menerima gugatan praperadilan Hasto dengan alasan 'kabur' atau 'Obscuur libel'.

Tak menyerah, ia kembali mengajukan praperadilan kedua, sehari setelah putusan gugatan pertama tidak diterima. Namun proses ini juga tak serta-merta menghentikan laju penyidikan oleh KPK.

Pada Kamis, 20 Februari 2025, Hasto tiba di Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 09.52 WIB untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Selama sekitar enam jam diperiksa, Hasto akhirnya ditahan. (P-4)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |