Penutupan TPA Open Dumping Munculkan Potensi Ekonomi Rp127,5 Triliun Per Tahun

1 week ago 10
Penutupan TPA Open Dumping Munculkan Potensi Ekonomi Rp127,5 Triliun Per Tahun Foto udara alat berat mengeruk sampah di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Cilowong, Taktakan, Kota Serang, Banten, Sabtu (4/1/2025)(ANTARA/PUTRA M. AKBAR)

PEMERINTAH Indonesia semakin serius dalam menangani masalah sampah dengan langkah strategis menutup 343 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) berjenis open dumping. Namun, di balik kebijakan ini, terbuka peluang ekonomi yang luar biasa besar. 

Deputi Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (B3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) baru saja merilis hasil studi komprehensif yang mengungkapkan potensi ekonomi senilai Rp127,5 triliun per tahun dari transformasi sistem pengelolaan sampah nasional.  

Bersama dengan Kementerian Perindustrian dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), KLH/BPLH mengidentifikasi tujuh sektor bisnis yang dapat berkembang pesat melalui inovasi dalam pengelolaan sampah. 

Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq menegaskan bahwa peralihan dari sistem pembuangan terbuka ke sistem pengelolaan sampah terintegrasi tidak hanya mengurangi dampak lingkungan, tetapi juga membuka peluang bisnis dan menciptakan lapangan pekerjaan baru.  

"Transformasi ini bukan hanya soal menutup TPA, tetapi juga tentang bagaimana kita dapat mengubah sampah menjadi sumber daya yang bernilai ekonomi tinggi. Dengan pendekatan ekonomi sirkular, kita dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus menjaga kelestarian lingkungan," ujar Hanif dalam keterangan resmi, Minggu (2/3). 

Studi yang dipaparkan KLH/BPLH merinci tujuh sektor bisnis potensial yang dapat dikembangkan dengan nilai ekonomi sebagai berikut:  

  • Industri Daur Ulang Material – Rp42,3 triliun/tahun. Termasuk daur ulang plastik, kertas, logam, dan kaca.  
  • Produksi Kompos dan Pupuk Organik– Rp18,7 triliun/tahun. Mengolah sampah organik menjadi pupuk berkualitas untuk sektor pertanian.  
  • Waste-to-Energy (Pembangkit Listrik Berbasis Sampah) – Rp26,5 triliun/tahun. Menghasilkan energi dari limbah melalui pembakaran atau gasifikasi.  
  • Produksi Refuse-Derived Fuel (RDF)– Rp13,8 triliun/tahun. Mengubah sampah menjadi bahan bakar alternatif untuk industri semen dan pembangkit listrik.  
  • Sistem Urban Mining – Rp9,7 triliun/tahun. Pemulihan logam berharga dari limbah elektronik dan baterai.  
  • Ekonomi Berbagi dan Aplikasi Sampah Digital– Rp7,2 triliun/tahun. Pengembangan platform digital untuk pengelolaan sampah yang lebih efisien.  
  • Jasa Konsultasi dan Teknologi Pengelolaan Sampah – Rp9,3 triliun/tahun. Menyediakan solusi teknologi dan konsultasi dalam pengelolaan limbah berkelanjutan.  

Tidak hanya itu, studi ini juga mengidentifikasi 12 model bisnis berkelanjutan yang dapat dimanfaatkan oleh UMKM, koperasi, dan startup. Investasi awal yang dibutuhkan berkisar antara Rp250 juta hingga Rp5 miliar dengan proyeksi Internal Rate of Return (IRR) sebesar 18-27% dalam periode investasi lima tahun.  

Transformasi ini tidak hanya berpotensi meningkatkan ekonomi, tetapi juga menciptakan green jobs atau lapangan kerja berbasis lingkungan. Tenaga kerja baru akan dibutuhkan di berbagai sektor, mulai dari teknisi pengolahan sampah, operator fasilitas daur ulang, hingga tenaga ahli dalam pengembangan teknologi pengelolaan sampah.  

"Ini adalah momentum bagi Indonesia untuk lebih serius mengimplementasikan ekonomi sirkular. Dengan regulasi yang tepat dan dukungan investasi, kita bisa menjadikan sampah sebagai sumber daya yang bernilai tinggi serta menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan," tambah Hanif. (H-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |