Pengamatan Terbaik Korona Matahari: Ilmuwan Ungkap Fenomena Hujan Koronal dan Plasmoid Unik

1 day ago 3
 Ilmuwan Ungkap Fenomena Hujan Koronal dan Plasmoid Unik Ilmuwan berhasil menangkap citra korona Matahari dengan resolusi tertinggi berkat sistem optik adaptif terbaru pada Teleskop Surya Goode.(Schmidt et al./NJIT/NSO/AURA/NSF)

KORONA, atmosfer luar matahari kian memikat ilmuan. Apalagi filamen plasma raksasa yang keluar dari permukaan matahari. Korona biasanya hanya terlihat saat gerhana matahari total dan biasanya kabur akibat atmosfer Bumi yang bergolak, kini semua itu berubah.

Berkat sistem optik adaptif mutakhir bernama Cona, yang dipasang pada Teleskop Surya Goode berdiameter 1,6 meter dan dioperasikan oleh NJIT's Center for Solar-Terrestrial Research (CSTR) di Big Bear Solar Observatory (BBSO), California, para ilmuwan kini memiliki akses pada pandangan matahari yang belum pernah sejelas ini. 

Video-video yang direkam telah diberi warna buatan untuk menampilkan cahaya hidrogen-alfa yang dipancarkan oleh plasma. Salah satu pemandangan paling mencolok: tampilan paling tajam dari hujan koronal, benang-benang halus dari plasma yang mendingin, beberapa lebarnya kurang dari 20 kilometer.

Hujan koronal terbentuk saat plasma yang lebih panas di korona matahari mendingin dan mengembun. Seperti tetesan hujan di Bumi, hujan koronal ditarik kembali ke permukaan matahari oleh gravitasi. Namun berbeda dengan hujan di Bumi yang jatuh lurus ke bawah, hujan koronal mengikuti jalur melengkung karena plasma bermuatan listrik mengikuti garis medan magnet matahari.

Penampakan 'plasmoid' yang belum pernah terlihat sebelumnya

Pengamatan matahari yang sangat mendetail ini juga mengungkap fitur baru yang belum pernah terlihat — pembentukan dan runtuhnya aliran plasma yang halus secara cepat, yang disebut plasmoid.

Video time-lapse menunjukkan plasmoid yang melengkung di permukaan matahari dengan kecepatan hampir 100 kilometer per detik. Ini kemungkinan besar adalah pertama kalinya plasmoid berhasil diamati.

"Ini adalah pengamatan paling detail sejauh ini untuk jenis fenomena ini, menampilkan fitur-fitur yang belum pernah terlihat sebelumnya, dan kami belum sepenuhnya memahami apa sebenarnya fitur-fitur ini," ujar Vasyl Yurchyshyn, salah satu penulis studi, dalam pernyataannya.

Tak kalah menarik, tampilan rumit dari prominensi matahari yang cepat membentuk ulang dirinya sambil ‘menari’ dan berputar mengikuti medan magnet matahari.

Permukaan matahari yang tampak lembut seperti kapas berasal dari spikula, semburan plasma berdurasi pendek yang sifat dan asalnya masih menjadi perdebatan di kalangan ilmuwan.

Prominensi matahari adalah lengkungan besar plasma — gas panas yang sebagian besar terdiri dari hidrogen dan helium. Fenomena ini tertambat di permukaan matahari, tepatnya di fotosfer (lapisan terendah dari atmosfer matahari yang tampak), dan menjulur jauh ke dalam korona. Namun, ilmuwan masih belum mengetahui dengan pasti bagaimana prominensi ini terbentuk.

Masa depan astronomi surya terlihat cerah

Gambar-gambar baru korona matahari ini bukan hanya menawan secara visual, tetapi juga membuka peluang unik untuk mempelajari korona dengan cara yang belum pernah bisa dilakukan sebelumnya.

"Sistem optik adaptif koronal yang baru ini menutup celah pengamatan selama puluhan tahun dan menghasilkan citra fitur koronal dengan resolusi 63 kilometer — batas teoretis dari Teleskop Surya Goode 1,6 meter," jelas Thomas Rimmele, Kepala Teknolog di National Solar Observatory.

Dengan menangkap struktur halus dan gerakan plasma yang lebih dingin, para ilmuwan semakin dekat untuk mengungkap salah satu misteri terbesar matahari: mengapa korona bisa mencapai suhu jutaan derajat lebih panas dibanding permukaan matahari sendiri. Pandangan yang lebih tajam ini juga membantu kita memahami letusan filamen dan lontaran massa koronal (coronal mass ejections), yaitu ledakan plasma besar yang memicu cuaca antariksa, mengganggu teknologi, dan menciptakan aurora yang spektakuler.

Para ilmuwan berharap teknologi ini dapat dibawa ke teleskop yang lebih besar, termasuk Teleskop Surya Daniel K. Inouye berdiameter 4 meter di Hawai‘i, untuk meneliti lapisan luar matahari dengan lebih dekat lagi.

"Ini menandai awal era baru dalam astronomi surya, menjanjikan banyak penemuan di tahun-tahun dan dekade-dekade mendatang," ujar Philip Goode, salah satu penulis studi, dalam pernyataannya. (Space/Z-2)

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |