
ANGGOTA Komisi I DPR RI, Amelia Anggraini, mendesak pemerintah segera mengambil langkah antisipatif yang konkret guna menghadapi potensi krisis global menyusul ancaman penutupan Selat Hormuz oleh Iran.
Ia menekankan bahwa Selat Hormuz merupakan jalur pelayaran penting dalam distribusi energi dunia, dan setiap gangguan di kawasan tersebut akan berdampak besar pada stabilitas harga energi serta kelancaran rantai pasok global, termasuk yang menuju Indonesia.
"Indonesia harus menunjukkan kesiapan dan ketanggapan dalam menghadapi dampak lanjutan dari dinamika kawasan Timur Tengah," ujar Amelia di Jakarta, Selasa.
Amelia menilai bahwa sejumlah kementerian harus segera terlibat dalam upaya mitigasi, di antaranya Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian ESDM.
Menurutnya, langkah-langkah yang bisa diambil meliputi:
- Pengamanan jalur distribusi alternatif,
- Peningkatan cadangan energi strategis nasional, dan
- Memperkuat kerja sama regional dan global, khususnya dengan negara-negara ASEAN dan mitra strategis lainnya.
"Keputusan Parlemen Iran untuk menyetujui penutupan Selat Hormuz merupakan perkembangan geopolitik yang sangat serius dan patut menjadi perhatian dunia, termasuk Indonesia," lanjutnya.
Legislator yang membidangi isu luar negeri dan pertahanan ini juga mengingatkan bahwa ketahanan energi dan stabilitas nasional tak boleh terdampak oleh konflik regional yang kian kompleks. Ia mendorong agar isu ini menjadi topik utama dalam forum internasional yang diikuti Indonesia, untuk mendorong solusi damai dan menjaga akses aman ke jalur pelayaran global.
Sementara itu, anggota Komisi I DPR lainnya, TB Hasanuddin, turut menegaskan bahwa Selat Hormuz adalah rute penting pengiriman minyak mentah dari Teluk Persia ke berbagai pasar dunia. Ia menjelaskan bahwa 20–30 persen pasokan minyak mentah global melewati jalur tersebut setiap hari.
TB Hasanuddin menambahkan, harga minyak Brent telah meningkat dari 65 dolar AS per barel di awal Juni menjadi 73 dolar AS di pertengahan Juni 2025, dan jika Iran benar-benar menutup selat itu, sejumlah pihak memperkirakan harga bisa melonjak ke atas 90 dolar AS per barel.
Sebagai negara pengimpor utama minyak dari kawasan Timur Tengah, Indonesia diperkirakan akan menghadapi berbagai dampak, mulai dari:
- Pembengkakan subsidi BBM dalam APBN,
- Kenaikan harga BBM dalam negeri, hingga
- Tekanan inflasi akibat turunnya daya beli masyarakat.
Ia juga mengingatkan bahwa pasokan energi lain seperti LPG, yang banyak diimpor dari Qatar dan Uni Emirat Arab, juga terancam terganggu karena melewati jalur yang sama.
"Peningkatan biaya logistik juga akan terjadi jika Indonesia harus mencari jalur alternatif untuk suplai energi," kata TB Hasanuddin. (Ant/I-3)