
KEJAKSAAN Agung (Kejagung) membeberkan alasan memeriksa lagi eks staf khusus (stafsus) mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim, Fiona Handayani. Permintaan keterangan lanjutan ini dilakukan untuk mendalami peran dia dalam kasus dugaan korupsi pengadaan sistem chromebook dalam proyek digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek.
“Sekarang sedang berlangsung, dan tentu ini menjadi pemeriksaan lanjutan atas pemeriksaan yang sudah dilakukan beberapa waktu yang lalu, untuk lebih mendalami lagi terkait dengan peran yang bersangkutan sebagai stafsus, dan dalam kaitan dengan bagaimana proses pengadaan chromebook ini dilakukan,” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (13/6).
Kepentingan Pemeriksaan?
Menurut Harli, pemeriksaan lanjutan ini penting. Fiona diharapkan memberikan keterangan baru kepada penyidik, yang bisa dikaitkan dengan barang bukti yang sudah disita dalam kasus ini.
“Ini sangat penting, karena tentu penyidik dari berbagai informasi yang diperoleh dari barang butki elektronik yang ada, yang sudah dibaca, tentu harus dilakukan beberapa klarifikasi, dan terkait dengan penegasan-penegasan dari data-data yang ada,” ucap Harli.
Naik Penyidikan?
Kasus itu naik ke tahap penyidikan pada 20 Mei 2025. Perkara ini berkaitan dengan bantuan peralatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) bagi satuan pendidikan tingkat dasar, menengah, dan atas.
Proyek ini diduga memaksakan spesifikasi operating system chrome atau chromebook. Padahal, hasil uji coba pada 2019 menunjukkan penggunaan 1.000 unit Chromebook tidak efektif sebagai sarana pembelajaran lantaran. Sebab, penggunaannya berbasis internet, sedangkan belum seluruh wilayah terkoneksi kekuatan internet yang sama.
Pemufakatan Jahat?
Diduga, ada pemufakatan jahat berupa mengarahkan tim teknis yang baru agar membuat kajian teknis pengadaan peralatan TIK diunggulkan untuk menggunakan spesifikasi chromebook.
Kemendikbudristek menganggarkan Rp3,58 triliun untuk proyek TIK ini. Lalu, ada juga pengadaan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp6,3 triliun. (Can/P-3)