
UPAYA menekan jumlah sampah plastik harus dilakukan oleh semua pihak dan sejak dini. Pelibatan anak-anak dalam berbagai upaya mengurangi sampah plastik disebuat bisa berdampak siginifikan terhadap kesuksesan hal tersebut.
Seperti diketahui, sampah plastik masih menjadi masalah besar di berbagai negara, ternasuk Indonesia. Di Jakarta, menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) tahun 2024, menunjukkan bahwa sampah plastik menduduki peringkat kedua tertinggi dengan persentase 22,95%. Dan setiap harinya TPST Bantar Gebang menerima sekitar 7.200 - 7.500 ton sampah dari wilayah DKI Jakarta. Di sisi lain, rumah tangga dan pasar tercatat sebagai peyumbang sampah terbesar, masing-masing sebesar 53,74% dan 14,48%. Fakta ini menunjukkan bahwa upaya pengelolaan sampah, khususnya plastik, perlu dimulai dari sumber-sumber utama tersebut.
“Anak-anak dan orang muda bukan hanya korban dari dampak lingkungan yang dirusak oleh manusia itu sendiri, tetapi mereka juga bagian dari solusi. Melalui pendekatan partisipatif dan edukatif, kami ingin memastikan bahwa mereka memiliki ruang untuk berkontribusi, dan suara mereka didengar dalam upaya menciptakan lingkungan yang lebih aman, sehat, dan berkelanjutan," kata Program Manager Ekonomi Sirkular, Save the Children Indonesia, Leonard Benny Johan, dalam keterangannya, Senin, (23/6).
Ia mengatakan salah satu hal yang bisa dilakukan adalah dengan melibatkan anak-anak dalam kolaborasi, edukasi, dan program ekonomi sirkular.
"Perubahan bisa dimulai dari hal-hal kecil yang dilakukan secara konsisten. Keterlibatan aktif anak dan orang muda serta didukung dengan kemitraan dengan pemerintah daerah menjadi pondasi penting dalam memperkuat dampak program," katanya.
Leonard mengatakan, belum lama ini Save the Children Indonesia bersama Hyundai Motor Company melalui program Hyundai Continue menginisiasi Program Ekonomi Sirkular yang bertujuan untuk meningkatkan praktik pemilahan dan daur ulang sampah plastik di Jakarta. Sejak November 2022, telah dipasang 89 dropbox di 20 sekolah, 4 RPTRA, serta area publik seperti perumahan, tempat makan, dan area olahraga untuk mendorong kebiasaan memilah sampah dari rumah tangga.
Selain itu program ini juga telah berhasil mencegah 19 ton atau setara 1.018.218 botol plastik dan mengolah plastik menjadi produk upcycling seperti boneka dan T-Shirt. Melalui kerja sama dengan Plastic Pay, program ini juga memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat di DKI Jakarta sebesar Rp 57 juta. Sampah plastik yang dikumpulkan melalui dropbox akan dikonversi menjadi poin, yang kemudian dapat ditukarkan menjadi saldo uang digital oleh masyarakat.
Tidak hanya fokus pada pengelolaan sampah, program ini juga menekankan pentingnya edukasi publik. Child Campaigner yang terlibat aktif mengembangkan materi edukasi kreatif seperti permainan ular tangga raksasa, Yes or No dengan spin wheel, hingga Tajalo (Tanya Jawab Lompat) untuk mengenalkan bahaya sampah dan cara mengelolanya dengan pendekatan yang menyenangkan. Mereka juga melakukan kampanye di sekolah, sosialisasi kepada warga, hingga dialog dengan pemerintah setempat untuk menyuarakan hak anak atas lingkungan yang aman dan sehat. Program ini juga memiliki kampanye bertajuk Cerdas Pilah Plastik yang menjadi wadah edukasi dan aksi anak serta orang muda dalam menyuarakan pentingnya pengelolaan sampah plastik.
“Melalui kampanye ini, kami ingin menyuarakan bahwa penggunaan plastik berlebih menimbulkan polusi yang dapat menjadi ancaman nyata bagi lingkungan tempat anak tumbuh,
belajar, dan bermimpi. Kampanye ini adalah ajakan kepada semua pihak untuk bergerak bersama mengurangi dan mengelola sampah plastik demi menciptakan lingkungan yang aman dan layak bagi generasi saat ini dan masa depan,” jelas Shifa (17), anggota Child Campaigner Jakarta.
"Ini menjadi bukti bahwa ketika anak dan orang muda diberi ruang dan kepercayaan, mereka mampu menghadirkan perubahan nyata. Aksi mereka memang tampak sederhana, akan tetapi membawa dampak yang luas, terutama dalam membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya memilah sampah plastik sejak dari rumah. Bayangkan jika tidak ada yang melakukannya maka sampah akan terus menumpuk tanpa solusi," katanya.
Hal itu disebutnya membuat upaya pengelolaan sampah tidak hanya berkelanjutan, tetapi juga berpihak pada hak anak untuk hidup dan tumbuh di lingkungan yang aman dan sehat. (H-3)