
RATUSAN ribu orang terpaksa mengungsi akibat bencana iklim tahun lalu. Demikian laporan tahunan State of the Global Climate oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), badan cuaca dan iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
WMO mencatat bahwa negara-negara miskin sangat terdampak oleh siklon, kekeringan, kebakaran hutan dan bencana lainnya.
Oleh karenanya, PBB menyoroti kebutuhan mendesak akan sistem peringatan dini yang mencakup seluruh kawasan.
WMO mengatakan jumlah rekor orang yang mengungsi akibat bencana iklim didasarkan pada angka-angka dari Pusat Pemantauan Pengungsi Internasional (IDMC), yang telah mengumpulkan data tentang masalah tersebut sejak 2008.
Di Mozambik, sekitar 100.000 orang mengungsi akibat Siklon Chido.
Namun, negara-negara kaya juga terkena dampaknya, dengan WMO menunjuk pada banjir di kota Valencia di Spanyol, yang menewaskan 224 orang dan kebakaran hebat di Kanada dan AS, yang memaksa lebih dari 300.000 orang mengungsi dari rumah mereka untuk mencari tempat yang aman.
“Sebagai tanggapan, WMO dan komunitas global mengintensifkan upaya untuk memperkuat sistem peringatan dini dan layanan iklim,” kata kepala lembaga tersebut, Celeste Saulo seperti dilansir dari Al Arabiya, Rabu (19/3).
WMO ingin semua orang di dunia tercakup oleh sistem tersebut pada akhir tahun 2027.
“Kami membuat kemajuan tetapi perlu melangkah lebih jauh dan perlu melangkah lebih cepat. Hanya setengah dari semua negara di seluruh dunia yang memiliki sistem peringatan dini yang memadai,” ucap Saulo.
Seruan itu muncul dua bulan setelah kembalinya Presiden AS Donald Trump yang menimbulkan kekhawatiran akan kemunduran dalam ilmu iklim.
National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) atau badan utama AS yang bertanggung jawab atas prakiraan cuaca, analisis iklim, dan konservasi laut telah menjadi target pemerintahan Trump, dengan ratusan ilmuwan dan pakar telah diberhentikan.
Trump telah mengangkat kembali ahli meteorologi Neil Jacobs untuk memimpin NOAA, meskipun dia, selama masa jabatan pertama Trump, secara resmi dikecam karena tunduk pada tekanan politik dan menyesatkan publik tentang prakiraan badai.
Dalam beberapa minggu terakhir, WMO telah menyoroti betapa pentingnya NOAA dan AS bagi sistem besar yang telah ditetapkan beberapa dekade lalu untuk memantau cuaca dan iklim secara global.
“Kami bekerja sama dengan semua ilmuwan di seluruh dunia dan negara-negara,” kata Omar Baddour, yang mengepalai divisi layanan kebijakan dan pemantauan iklim WMO, saat peluncuran laporan tersebut.
“Kami berharap ini akan terus berlanjut, meskipun ada perbedaan politik dan perubahan internal," tambahnya.
Para ilmuwan dan pendukung lingkungan telah menyuarakan kekhawatiran tentang PHK dan kemungkinan pembubaran NOAA.
Saulo mengatakan investasi dalam layanan cuaca, air dan iklim kini lebih penting dari sebelumnya untuk membangun masyarakat yang lebih aman dan tangguh.
Selain menggarisbawahi pergolakan ekonomi dan sosial yang besar akibat cuaca ekstrem, laporan State of the Global Climate mengatakan indikator perubahan iklim sekali lagi mencapai rekor tertinggi.
“Tanda-tanda jelas perubahan iklim yang disebabkan manusia mencapai titik tertinggi baru pada tahun 2024, dengan beberapa konsekuensinya tidak dapat diubah selama ratusan bahkan ribuan tahun,” catat WMO.
Kesepakatan iklim Paris 2015 bertujuan untuk membatasi pemanasan global hingga jauh di bawah dua derajat Celsius di atas tingkat pra-industri dan hingga 1,5C jika memungkinkan.
Laporan tersebut menyatakan bahwa 2024 adalah tahun terhangat dalam catatan pengamatan selama 175 tahun, dan tahun kalender pertama yang melampaui ambang batas 1,5C, dengan suhu permukaan rata-rata global 1,55C di atas rata-rata tahun 1850–1900, demikian menurut analisis yang menghimpun enam kumpulan data internasional utama.
“Planet kita mengeluarkan lebih banyak sinyal bahaya, tetapi laporan ini menunjukkan bahwa pembatasan kenaikan suhu global jangka panjang hingga 1,5C masih mungkin dilakukan,” kata kepala PBB Antonio Guterres.
Suhu hanyalah satu bagian dari gambaran besar.
"Pada tahun 2024, lautan kita terus menghangat dan permukaan laut terus naik,” kata Saulo.
Sementara itu, bagian permukaan Bumi yang beku mencair pada tingkat yang mengkhawatirkan.
“Gletser terus menyusut, dan es laut Antartika mencapai tingkat terendah kedua yang pernah tercatat,” pungkasnya.
Selama presentasi laporan, ahli kelautan Karina von Schuckmann menyoroti percepatan dalam dua indikator global, yakni pemanasan laut, yang telah meningkat sejak tahun 1960 dan kenaikan permukaan laut. (Fer/I-1)