Optimalisasi Kefir sebagai Probiotik Penunjang Imunitas dan Psikologi Manusia

5 hours ago 4
Optimalisasi Kefir sebagai Probiotik Penunjang Imunitas dan Psikologi Manusia Maisa Shofwatunnisa, mahasiswa program studi Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Siliwangi(DOK PRIBADI)

DI tengah arus perubahan gaya hidup yang semakin mengedepankan kesehatan, masyarakat Indonesia mulai menyadari pentingnya memilih makanan yang menyehatkan tubuh. Tidak mengherankan jika berbagai pilihan pangan sehat mulai bermunculan, salah satunya adalah kefir. Di balik tampilannya yang sederhana, kefir merupakan sebuah perjalanan panjang dari tradisi fermentasi sebagai pangan fungsional yang mampu mendukung kesehatan fisik hingga mental manusia.

Kefir: Fermentasi Tradisional dengan Sentuhan Modern

Kefir berasal dari proses fermentasi susu dengan menggunakan bibit kefir atau biji kefir (kefir grains), yaitu koloni mikroorganisme yang terdiri dari bakteri asam laktat (BAL) dan khamir (yeast) yang bersimbiosis secara alami (Isrianto, 2022). Kefir grains berbentuk biomatriks lembut berwarna putih, mengandung protein, lemak, serta polisakarida. Proses fermentasi ini tidak hanya memperpanjang umur simpan susu, tetapi juga mengubah kandungan gizi susu menjadi lebih mudah dicerna dan bermanfaat bagi tubuh.

Susu sapi, yang menjadi bahan utama dalam pembuatan kefir, dikenal sebagai medium yang kaya zat gizi namun rentan rusak. Karena itu, proses fermentasi hadir sebagai teknologi tradisional yang sangat relevan. Menurut Resnawati (2020), susu sapi lebih cepat rusak jika dibandingkan dengan susu dari hewan lain karena kandungan gizinya yang tinggi.

Proses fermentasi ini, sebagaimana dijelaskan Berlian (2016) merupakan aktivitas metabolisme mikroba yang mengubah substrat organik menjadi produk bernilai tambah tinggi. Kultur mikroorganisme dalam kefir terdiri dari berbagai spesies, seperti Lactobacillus kefiranofaciens, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus kefir, Lactococcus lactis, dan Kluyveromyces marxianus (Hanum, 2021).

Mikroba-mikroba itu bertanggung jawab atas pembentukan cita rasa khas kefir, tekstur yang sedikit kental, serta manfaat probiotik yang menjanjikan. Inilah yang membuat fermentasi susu menjadi kefir sebagai solusi ideal untuk memperpanjang masa simpan sekaligus meningkatkan kualitas gizi susu.

Kandungan Probiotik dan Dampaknya terhadap Imunitas

Menurut Codex, sebuah komisi internasional yang menangani standar pangan dan berada di bawah naungan FAO, pangan fungsional diartikan sebagai makanan yang memberikan manfaat tambahan bagi kesehatan di luar kandungan gizinya, termasuk mengurangi risiko penyakit. Kefir masuk dalam kategori ini karena mengandung probiotik aktif, yaitu mikroorganisme hidup yang mampu menjaga keseimbangan mikrobiota usus apabila dikonsumsi dalam jumlah cukup.

Dalam perspektif teknologi pangan, kefir adalah contoh ideal dari produk hasil fermentasi tradisional yang modern dan kaya manfaat. Dewi dkk (2018) menyebut bahwa kefir mengandung berbagai jenis mikroba seperti lactobacillus, leuconostoc, streptococcus, serta yeast seperti candida dan saccharomyces. Kombinasi ini memberikan efek sinergis yang mendukung sistem imun dan metabolisme tubuh.

Usus manusia menjadi rumah bagi triliunan mikroba yang dikenal sebagai mikrobiota usus. Mereka memainkan peran penting dalam proses pencernaan, metabolisme, dan sistem kekebalan tubuh. Keseimbangan mikrobiota merupakan kunci untuk menjaga kesehatan secara menyeluruh.

Ketika keseimbangannya terganggu, tubuh menjadi rentan terhadap berbagai penyakit, mulai dari gangguan pencernaan hingga peradangan kronis. Kefir, dengan kandungan probiotiknya yang tinggi dapat membantu menjaga keseimbangan mikrobiota usus.

Mikroorganisme dalam kefir berperan sebagai immunomodulator, membantu sistem imun mengenali dan merespon ancaman secara tepat. Rizqiati (2020) menjelaskan bahwa kefir tidak hanya memperkuat daya tahan tubuh, tetapi juga mendukung pemulihan melalui kandungan vitamin, mineral, dan asam amino esensial.

Kaitan Kefir dengan Gut-Brain Axis

Penelitian terkini mengungkapkan bahwa terdapat hubungan kuat antara usus dan otak, yang dikenal sebagai gut-brain axis. Mikroba dalam usus dapat memengaruhi suasana hati, tingkat stres, bahkan fungsi kognitif melalui produksi neurotransmitter seperti serotonin dan dopamin.

Ketidakseimbangan mikrobiota usus dapat meningkatkan risiko gangguan mental seperti depresi, kecemasan, dan autisme. Mengonsumsi kefir secara rutin berarti membantu menjaga keberagaman dan keseimbangan mikroba usus, yang pada akhirnya mendukung kestabilan emosi dan kesehatan mental (Chen dkk, 2021).

Proses Pembuatan Kefir

Pembuatan kefir diawali dengan pasteurisasi susu sapi segar pada suhu 70–85°C untuk membunuh bakteri patogen dan mempersiapkan susu sebagai medium ideal bagi pertumbuhan mikroorganisme baik dalam kefir grains. Setelah suhu diturunkan hingga 30°C, yang merupakan suhu optimal pertumbuhan bibit kefir, susu kemudian diaduk dan ditambahkan kefir grains sebanyak 5% per liter susu.

Proses fermentasi berlangsung selama kurang lebih 24 jam pada suhu ruang dengan 12 jam pertama kefir diaduk kemudian ditutup dan difermentasikan kembali selama 12 jam. Setelah selesai, kefir disaring untuk memisahkan kefir grains yang kemudian bisa digunakan kembali (Lewin, 2020).

Fermentasi selama 24 jam bertujuan untuk meningkatkan kekentalan produk akhir kefir. Semakin tinggi kefir grains yang ditambahkan dan semakin singkat waktu fermentasi, semakin kental produk akhir kefir yang dihasilkan (Lestari dkk, 2021).

Kefir sebagai Warisan Ilmu, Tradisi, dan Spiritualitas Bangsa

Dalam perspektif yang lebih spiritual, kefir dapat menjadi refleksi dari ajaran Islam tentang keseimbangan, ketenangan, dan keberkahan dalam setiap konsumsi. Seperti difirmankan Allah dalam Q.S Al-Insan ayat 5. “Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan itu minum dari segelas yang campurannya adalah kafur”, sebuah gambaran bahwa kefir dapat menjadi bentuk kenikmatan dan kebaikan, baik untuk jasmani maupun rohani.

Sebagai mahasiswa Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, saya percaya bahwa ilmu yang diperoleh tidak hanya bermanfaat untuk diri sendiri, tapi juga untuk kehidupan. Kefir adalah contoh nyata bagaimana teknologi pangan dapat hadir dan mengakar di tengah masyarakat serta bukan hanya sekedar produk, tapi juga bentuk dari keilmuan yang bisa menyentuh banyak aspek kehidupan.

Sebab bagi saya, inovasi bukan selalu tentang menciptakan hal baru, tapi juga tentang menghidupkan kembali warisan lama dengan sentuhan yang lebih relevan,
bermakna, dan berdampak bagi masa kini.

Read Entire Article
Tekno | Hukum | | |