
FIKIH puasa kali ini membahas tiga permasalahan yang banyak dipertanyakan umat Islam. Persoalan itu ialah hukum mimpi basah saat puasa, onani saat puasa, dan menelan ludah.
Berikut penjelasan fikih puasa terkait empat persoalan tersebut. Hal ini dilansir dari buku Fiqh Puasa dan Zakat Fitrah yang diterbitkan LBM-NU Kota Kediri, Jawa Timur.
1. Mimpi basah saat puasa.
Pertanyaan: Apakah mimpi basah dapat membatalkan puasa?
Jawaban: Tidak membatalkan.
Referensi: فَتْحُ القَرِيْبِ المَجِيْبِ شَرْحُ أَلْفَاظِ التَّقْرِيْبِ (۱۳۸)
(وَ) الخَامِسُ الوَطْءُ عَمْدًا فِي الفَرْجِ فَلَا يُفْطِرُ الصَّائِمُ بِالجِمَاعِ نَاسِيًا | كَمَا سَبَقَ. (وَ) السَّادِسُ الإِنْزَالُ وَهُوَ خُرُوجُ المَنِيَّ ( عَنْ مُبَاشَرَةٍ) بِلَا جمَاعِ مُحَرَّمًا كَإِخْرَاجِهِ بِيَدِهِ أَوْ غَيْرَ مُحَرَّمٍ كَإِخْرَاجِهِ بِيَدٌ زَوْجَتِهِ أَوْ جَارِيَتِهِ. وَاحْتَرَزَ بِمُبَاشَرَةٍ عَنْ خُرُوْجِ المَنِي بِاخْتِلَامٍ فَلَا إِفْطَارَ بِهِ جَزْمًا
Dalam kitab Fathul Qarib dijelaskan bahwa keluar mani sebab pertemuan kulit dapat membatalkan. Berbeda jika keluar mani sebab mimpi, ini tidak membatalkan tanpa khilaf.
2. Onani saat puasa.
Pertanyaan: Apakah melakukan onani atau masturbasi dapat membatalkan puasa?
Jawaban: Membatalkan puasa.
Referensi: حَاشِيَةُ المُجَيْرِمِي عَلَى الْخَطِيْبِ (١١٥/٢)
حَاصِلُ الْإِنْزَالِ أَنَّهُ إِنْ كَانَ بِالِاسْتِمْنَاءِ أَيْ بِطَلَبِ خُرُوجِ الْمَنِيِّ سَوَاءً كَانَ بِيَدِهِ أَوْ بِيَدِ زَوْجَتِهِ أَوْ بِغَيْرِهِمَا بِخَائِل أَوْ لَا يُفْطِرُ مُطلَقًا.
Dalam kitab Hasyiyah Al-Bujairimi dijelaskan bahwa walhasil, keluar mani dengan cara onani--baik dengan tangan sendiri, istrinya, atau yang lain, baik ada penghalang atau tidak--membatalkan secara mutlak.
3. Menelan ludah saat berpuasa.
Pertanyaan: Apakah menelan ludah dapat membatalkan puasa?
Jawaban: tidak batal, selama ludahnya bersih (tidak bercampur dengan perkara lain seperti darah).
Referensi: إِسْعَادُ الرَّفِيقِ (١٤٩/١)
وَلَوْ بَلَعَ (رِيْقَهُ الْخَالِصَ الطَّاهِرَ مِنْ مَعْدَنِهِ) وَهُوَ مَا تَحْتَ لِسَانِهِ وَالْمُرَادُ بِهِ جَمِيعُ الْفَمَّ لَمْ يَضُرَّ وَإِنْ جَمَعَهُ وَأَخْرَجَهُ عَلَى لِسَانِهِ بِخِلَافِ رِيْقِ غَيْرِهِ وَنَجَسٍ وَلَوْ بِدَمِ لِئَتِهِ وَإِنْ صَفَى لَكِنْ اِسْتَظْهَرَ فِي التَّحْفَةِ الْعَفْوُ عَنْهُ لِمَنْ اِبْتَلَ بِهِ بِحَيْثُ لَا يُمْكِنُهُ الْاِحْتِرَانُ عَنْهُ
Dalam kitab Is'adur Rofiq dijelaskan bahwa jika seseorang menelan ludahnya yang bersih, suci, dan berasal dari ma'dan, yaitu bagian mulut yang berada di bawah lidahnya (Yang dikehendaki di sini adalah keseluruhan bagian mulutnya), ini tidak batal, meskipun orang tersebut mengumpulkan ludahnya dan mengeluarkannya di atas lidahnya. Berbeda halnya dengan ludah orang lain dan perkara najis, meskipun najis tersebut berupa darah dari gusinya, dan meskipun bening. Akan tetapi teks yang zahir dalam kitab tuhfah mengatakan bahwa hal tersebut tidak apa-apa (ma'fu) bagi orang yang gusinya terus menerus mengeluarkan darah dan sulit untuk menghindarinya.
Itulah pembahasan tiga persoalan terkait fikih puasa. Semoga bermanfaat. (I-2)