
Peneliti dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran berpandangan wacana penghapusan kuota impor dapat membuat proses impor pangan lebih efisien. Rencana penghapusan kuota impor disampaikan Presiden Prabowo Subianto sebagai respons pengenaan tarif impor tinggi oleh Amerika Serikat (AS) kepada negara-negara mitra dagangnya, termasuk Indonesia.
"Terkait impor pangan, penghapusan kuota impor akan meningkatkan efisiensi proses impor tersebut," ujar Hasran dalam keterangan resmi, Selasa (22/4).
Ia mengungkapkan kuota dapat diartikan sebagai kebijakan yang bertujuan untuk membatasi jumlah barang-barang yang keluar dan masuk dari luar negeri. Akibat yang biasa terjadi dari kebijakan kuota dan pembatasan adalah terbatasnya jumlah barang di pasar.
Hasran menjelaskan impor pangan di Indonesia melewati proses panjang dan dikontrol oleh pemerintah melalui quantitative restrictions (QR), yang disebut juga kuota. QR dikelola melalui sistem perizinan impor non-otomatis, di mana Kementerian Perdagangan memberikan persetujuan impor (PI) dan kuota impor kepada importir terdaftar.
Untuk memperoleh kuota impor dan PI, importir terdaftar dapat mengajukan melalui sistem Neraca Komoditas (NK) maupun Non-NK. Sistem NK hanya menghilangkan satu tahap prosedur yaitu rekomendasi kementerian teknis. Sedangkan, proses-proses lainnya masih sama dan ketentuan kuota tetap berlaku bagi keduanya.
Proses panjang ini membuat impor pangan Indonesia kehilangan momentum yang tepat. Yaitu, saat harga di pasar internasional sedang murah, pemerintah tidak cukup cepat merespon adanya kenaikan harga di pasar.
"Akhirnya saat komoditas yang diimpor memasuki pasar Indonesia, keberadaannya tidak cukup sukses untuk menstabilkan harga di pasar," terang Hasran.
Alih-alih melindungi industri dalam negeri, Hasran menilai penggunaan sistem kuota justru mendorong kenaikan dan gejolak harga. Selain itu, kebijakan tersebut juga memperburuk dampak kekurangan pasokan bahan komoditas di sektor pangan. Dia pun mendukung wacana kuota impor dihapus, khususnya di sektor pangan.
"Sistem perizinan impor otomatis dapat mempersingkat proses tadi menciptakan ekosistem perdagangan yang lebih sehat dan kompetitif,” urainya.
Pemerintah, kata Hasran, perlu mempertimbangkan penggunaan sistem impor otomatis atau automatic import licensing system (AILS). Sistem ini memungkinkan semua pihak yang memenuhi persyaratan untuk mengajukan izin impor. Sistem tersebut, ungkapnya, akan dikelola secara transparan dan memungkinkan pihak yang mengajukan izin impor untuk lebih responsif terhadap kebutuhan pasar tanpa terkendala prosedur yang panjang.
"Implementasi AILS dapat meningkatkan efisiensi dan menjaga ketahanan pangan," klaimnya.
Efisiensi yang dimaksud adalah komoditas yang diimpor bermanfaat untuk menstabilkan harga dan bisa menjaga daya beli masyarakat karena diputuskan lewat proses yang singkat. (E-3)