
GEDUNG Merah Putih di Pusat Pelatihan Sumberdaya Manusia (PPSDM), Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Sawangan, Depok, pada Senin pagi, 26 Mei 2025, dipadati oleh ratusan remaja berbusana etnik. Dari busana yang dikenakan, para remaja itu dapat dikenali berasal dari etnik Papua, Jawa, Sunda, Aceh, Melayu, Batak, Poso, Dayak, Kaili, Maluku, Halmahera, Sula, Flores, Bima, Bali, Lampung, dan etnik lainnya. Selain ratusan remaja, sejumlah orang tua, guru, dan pejabat dari berbagai daerah di Indonesia memadati teras dan halaman gedung Merah Putih PPSDM.
Teras dan gedung tersebut menjadi semakin sesak oleh manusia tatkala Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Abdul Mu’ti), Ketua Komisi X, Wakil Ketua DPD, para Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), dan unsur pimpinan Kemendikdasmen lainnya memasuki Gedung Merah Putih. Para pejabat itu juga hadir dengan mengenakan pakaian yang bercorak etnik.
Ada apa?
Senin itu, ratusan anak dari berbagai provinsi di Indonesia bersama Mendikdasmen, Ketua Komisi X, Wakil Ketua DPD RI, Kepala Badan Bahasa, gubernur, bupati, dan walikota bertemu untuk merayakan puncak perayaan revitalisasi bahasa daerah di republik ini.
Ratusan anak yang berbusana etnik itu merupakan tunas bahasa ibu yang dengan penuh semangat berusaha melestarikan bahasa ibu. Mereka memiliki cinta dan bangga memiliki bahasa daerah. Putra-putri bangsa itu aktif menggerakan remaja di sekitarnya untuk tetap melestarikan bahasa ibu mereka masing-masing.
Remaja-remaja usia sekolah dasar dan sekolah menengah pertama itu merupakan bibit yang telah disemai oleh Badan Bahasa untuk melanjutkan estapet penutur bahasa daerah pada masa sekarang dan masa akan datang. Wajah-wajah remaja dari Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, Bali, Jawa, dan Sumatra itu merupakan penjaga bahasa daerah kita. Mereka akan menjadi pelanjut masa depan kekayaan budaya bangsa bernama bahasa ibu, bahasa daerah kita.
Kehadiran ratusan anak Indonesia di Gedung Merah Putih itu, selain merayakan Festival Tunas Bahasa Ibu Nasional (FTBIN) tahun 2025 yang dilaksanakan oleh Badan Bahasa, adalah untuk memberi kabar kepada kita semua bahwa bangsa ini memiliki hampir seribu bahasa daerah yang perlu mendapat perhatian serius.
Di gedung yang menggunakan nama Merah-Putih, remaja dari berbagai suku itu menegaskan komitmen untuk menjaga dan melestarikan bahasa daerah. Bahasa ibu wajib lestari tidak hanya sebagai kekayaaan bangsa, tetapi lebih dari itu bahasa ibu sebagai identitas, perekat, komunikasi etnik, dan lumbung kekayaan pengetahuan dan budaya etnik. Lisan para remaja saat FTBIN di Gedung Merah Putih memberi pesan kepada kita untuk tidak abai menjaga bahasa daerah. Komitmen para tunas bahasa ibu itu sejalan dengan harapan Abdul Mu’ti untuk tetap melestarikan bahasa daerah, termasuk melalui lembaga pendidikan.
FTBIN merupakan selebrasi berbahasa daerah oleh para pelajar yang telah mengikuti program revitalisasi bahasa daerah sejak tahun 2021. Pada tahun pertama, Badan Bahasa merevitalisasi 3 bahasa daerah di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Selanjutnya, Badan Bahasa merevitaisasi 39 bahasa daerah dan dialek pada tahun 2022 yang tersebar di provinsi Sumatra Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.
Pada tahun 2023, Badan Bahasa merevitalisasi 72 bahasa daerah dan dialek di 26 provinsi. Selanjutnya pada tahun 2024, Badan Bahasa melaksanakan revitalisasi di semua provinsi dengan menyertakan 93 bahasa dan dialek. Pada tahun 2025 ini, Kepala Badan Bahasa, Hafidz Muksin, menyatakan bahwa Badan Bahasa akan merevitalisasi 120 bahasa daerah dan dialek.
Semarak revitalisasi bahasa daerah yang memasuki tahun kelima dilaksanakan dengan prinsip kerja fokus, kolaborasi, dan berkelanjutan. Badan Bahasa menempatkan revitalisasi bahasa daerah sebagai salah satu program strategis. Sebagai program strategis, bahasa-bahasa daerah di Indonesia diupayakan untuk tetap lestari sebagai lumbung sumber budaya, kearifan, pengetahuan, tradisional.
Program strategis itu diwujudkan melalui kolaborasi dengan berbagai pemangku terkait. Gubernur, bupati, walikota, DPRD, perguruan tinggi, periset, guru, lembaga pendidikan, dan masyarakat adat untuk bersama-sama merencanakan, melaksanakan, dan menyukseskan revitalisasi bahasa daerah. Dukungan anggaran dan kebijakan dari Komisi X DPR RI dan DPD RI menjadi bagian kolaborasi yang menjadikan revitalisasi bahasa daerah berjalan dengan baik. Program revitalisasi yang dijalankan secara bertahap dan berkelanjutan itu menunjukkan kinerja yang terukur.
Rabu kemarin, 28 Mei 2025, para tunas bahasa ibu telah kembali ke daerah mereka masing-masing. Mereka telah kembali setelah beberapa hari berada di jantung republik untuk mengabarkan dan mengobarkan komitmen untuk melestarikan bahasa daerah. Di daerah, mereka mengemban tugas sebagai duta bahasa daerah. Mereka telah tergerak sebagai duta bahasa yang akan bergerak dan menggerakkan orang di sekitarnya untuk melestarikan bahasa daerah.
Jika duta bahasa daerah itu bergerak dan menggerakkan orang lain dengan baik, dengan dukungan maksimal pemerintah daerah, maka bahasa daerah kita akan tetap menjadi kekayaan budaya Indonesia yang penuh warna. Tidak banyak negara di dunia yang memiliki keragaman dan kekhasan bahasa daerah sekaya Indonesia.
Bahasa daerah di Indonesia bahkan jauh lebih bervariasi dibandingkan bahasa daerah di Papua Nugini. Bahasa daerah di Indonesia tersuguhkan dengan sangat variatif yang terlihat dari Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Bahasa daerah itu digunakan oleh masyarakat yang nomaden di pegunungan juga masyarakat yang nomaden di lautan, perkotaan, dan perdesaan.
Saya kembali teringat pernyataan Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudoyono (SBY), saat membuka Kongres Bahasa Indonesia VIII tahun 2003. SBY (saat itu menjabat Menkopolkam) menyatakan bawah salah satu keindahan Indonesia ialah karena Indonesia memiliki keragaman bahasa ibu. SBY menceritakan bahwa permadani yang berwarna putih itu memang indah, tetapi permadani yang memiliki banyak warnalah yang jauh lebih indah. Itulah Indonesia dengan segala keragaman bahasa daerah yang digunakan di berbagai wilayahnya. (H-2)